JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Puadi mengatakan, bahwa pihaknya menemukan sekitar 130 kasus dugaan pelanggaran berupa politik uang atau money politic selama masa tenang dan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024.
Dia mengatakan, jumlah dugaan pelanggaran ini tercatat sejak Rabu, 27 November 2024. Di mana, kata dia, semua dugaan pelanggaran ini berdasarkan adanya laporan dan juga informasi yang masuk kepada pihaknya.
“Kajian awal ini menunjukkan dugaan tersebut memenuhi syarat formil dan material, kemudian Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam 5 hari kalender,” kata Puadi dalam keterangannya, Rabu (27/11) seperti dikutip Holopis.com.
Puadi lantas merinci, dugaan pelanggaran berdasarkan tahapan pada masa tenang Pilkada tercatat sebanyak 71 dugaan peristiwa pembagian uang dan 50 dugaan potensi pembagian uang.
“Sedangkan pada tahapan pemungutan suara terdapat delapan dugaan peristiwa pembagian uang dan satu dugaan peristiwa potensi pembagian uang,” ujarnya.
Lebih rinci lagi, dugaan pembagian uang di masa tenang terdiri dari 11 dugaan peristiwa hasil pengawasan Bawaslu langsung, dan 60 dugaan peristiwa dari laporan masyarakat yang masuk kepada Bawaslu.
“Kemudian dugaan potensi pembagian uang terdiri dari 11 dugaan potensi peristiwa dari hasil pengawasan Bawaslu dan 39 dugaan peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada Bawaslu,” sebut Puadi merincikan.
Puadi menuturkan, dugaan pelanggaran politik uang pada tahapan pemungutan suara terdiri dari satu dugaan peristiwa pembagian uang yang merupakan hasil pengawasan Bawaslu dan tujuh peristiwa merupakan laporan masyarakat.
“Nah terhadap laporan yang dilaporkan secara resmi kepada Bawaslu akan dilakukan kajian awal terlebih dahulu jika laporan tersebut memenuhi syarat formil materi,” jelasnya.
Puadi membeberkan, bahwa terdapat 59 peristiwa pembagian uang pada masa tenang, dimana 8 peristiwa merupakan hasil pengawasan Bawaslu dan 51 peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada jajaran Bawaslu.
Hasil pengawasannya, satu dugaan pelanggaran berada di Sumatera Utara atau Kabupaten Humbang Hasundutan. Kemudian, dua di Jawa Timur, seperti di Kabupaten Pasuruan dan di Kota Batu.
“Kemudian 1 di Sulawesi Barat yaitu Kabupaten Mamuju. Kemudian 2 di Aceh, Kota Banda Aceh dan Kabupaten Bireun. Kemudian 1 di Jawa Barat yaitu di Kota Depok dan 1 di DIY yaitu Kabupaten Sleman,” paparnya.
Kemudian berdasarkan hasil laporan masyarakat, terdapat ada 2 dugaan pelanggaran di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Probolinggo dan 1 di Sumenep. Lalu ada 1 di Lampung yaitu Kabupaten Lampung Selatan, dan 1 lagi di Sulawesi Barat Kabupaten Polewali Mandar.
“Kemudian ada 4 di Banten, Kota Serang, Kabupaten Pandeglang, Tangerang dan Cilegon. Kemudian 1 di Maluku Utara di Kabupaten Halmahera Selatan,” ungkapnya.
Selanjutnya, ada di Kalimantan Timur yaitu Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
Lalu, ada delapan dugaan pelanggaran di Jawa Barat yaitu pembagian uang atau material lainnya. Hal ini terjadi di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Kuningan serta Depok. Kemudian, ada ada 16 dugaan pelanggaran di Sulawesi Selatan.
Yakni, dua di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwuk Timur dan Kabupaten Gowa. Lalu, empat berada di Kabupaten Bulukumba, dan masing-masing di Kabupaten Bone dan Sidrap hanya satu.
“Ada 10 di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Lubuk Linggau ada 7, Kabupaten Banyu Asin 1 dan Kabupaten OKU 2. Kemudian ada 4 di DIY yaitu Kabupaten Sleman,” ucapnya.