JAKARTA – Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho mengatakan bahwa pihaknya telah menjatuhkan sanksi etik profesi terhadap AKP Dadang Iskandar dengan vonis PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) alias dipecat dari satuan Kepolisian.
“Sidang ini merupakan bentuk nyata komitmen pimpinan Polri,” kata Irjen Pol Sandi dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (27/11).
Ia menegaskan bahwa Polri terus berkomitmen untuk menjunjung tinggi azas keadilan dalam penanganan semua perkara, termasuk jika melibatkan anggota aktifnya sekalipun.
“Siapa pun yang terbukti bersalah, baik secara pidana maupun pelanggaran kode etik, akan diberikan sanksi tegas,” ujarnya.
Apalagi kasus yang terjadi telah membuat citra dan nama baik institusi Kepolisian dipertaruhkan. Maka pihaknya tidak akan segan-segan untuk mengambil langkah sangat tegas kepada anggotanya yang melakukan pelanggaran tersebut.
“Kita tidak ada toleransi terhadap perbuatan yang mencoreng institusi Polri,” tegasnya.
Sidang etik profesi terhadap AKP Dadang berlangsung sejak Selasa (26/11) pagi. Dihadiri oleh lima saksi secara langsung dan delapan saksi lainnya secara virtual. Proses sidang berjalan tertib dan transparan, disaksikan langsung oleh Kompolnas dan tim pengawas internal Polri.
“Keputusan sidang ini menunjukkan bahwa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, dan sanksi administratif berupa PTDH telah dijatuhkan. Yang bersangkutan tidak mengajukan banding dan menerima putusan tersebut,” terangnya.
Sementara itu, Sekertaris Kompolnas Arief Wicaksono Sudiutomo menyampaikan dukungannya terhadap langkah tegas Polri dalam kasus ini.
Ia juga mengingatkan pentingnya evaluasi untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Kami mendukung penuh langkah Polri dalam menangani kasus ini. Keputusan tegas ini merupakan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Selain itu, kami juga akan terus mengawasi proses penyidikan pidana yang saat ini sedang berjalan untuk memastikan semua sesuai prosedur,” ujar Arief Wicaksono.