JAKARTA – Tim Satgas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengamankan uang Rp 7 miliar dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu, Sabtu (23/11). Uang itu diamankan dari sejumlah pihak.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Minggu (24/11) malam. Alex, sapaan Alexander Marwata lebih lanjut merinci temuan uang Rp 7 miliar tersebut.
Dikatakan Alex, tim penyidik KPK mengamankan catatan penerimaan dan penyaluran uang, uang tunai sejumlah total sekitar Rp 6,5 miliar dari rumah dan mobil ajudan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Evriansyah (EV) alias Anca (AC). Uang yang diamankan dalam mata uang Rupiah, Dollar Amerika (USD), dan Dollar Singapura (SGD).
“Catatan penerimaan dan penyaluran uang, uang tunai sejumlah total sekitar Rp 6,5 miliar dalam mata uang Rupiah, Dollar Amerika (USD), dan Dollar Singapura (SGD) pada rumah dan mobil Sdr. EV,” ucap Alex, seperti dikutip Holopis.com.
Lalu, diamankan catatan penerimaan dan penyaluran uang, serta uang tunai sejumlah Rp 32,5 juta (Rp32.550.000) pada mobil Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman. Kemudian, catatan penerimaan dan penyaluran uang, serta uang tunai sejumlah Rp 120 juta (Rp 120.000.000) di rumah Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera.
Terakhir, diamankan uang tunai sejumlah Rp 370 juta (Rp 370.000.000) dari mobil Rohidin Mersyah. “Total uang yang diamankan pada kegiatan tangkap tangan ini sejumlah total sekitar Rp 7 miliar dalam dalam mata uang rupiah, dolar Amerika (USD) dan dolar Singapura (SGD),” ungkap Alex.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Rohidin memeras para kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu. Diduga uang itu untuk modal kampanye Pilkada 2024.
Diketahui, KPK telah menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka. Selain Rohidin, KPK menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil pemeriksaan dan gelar perkara setelah menangkap Rohidin dan tujuh pihak lain dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu, Sabtu (23/11) kemarin. Sementara lima orang lainnya yang sempat ditangkap dilepas karena berstatus sebagai terperiksa atau saksi.
Kelimanya yakni, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu Syarifudin; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Syafriandi; Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman; Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera; dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu Tejo Suroso.
KPK menegaskan penangkapan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah tidak dilakukan secara tiba-tiba. Dikatakan Alex, tindakan tersebut telah melalui proses panjang dengan memulai penyelidikan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi sejak bulan Mei lalu.
“Perkara ini dimulai dari penyelidikan bulan Mei, jadi sudah lama sebetulnya. Jadi, proses penangkapan itu bukan tiba-tiba tetapi didahului dengan proses penyelidikan berdasarkan informasi yang diterima oleh masyarakat atas adanya mobilisasi terkait dengan akan ikut sertanya yang bersangkutan tersangka petahana gubernur untuk mengikuti Pilkada nanti pada bulan November yang hari Rabu nanti akan dilakukan pencoblosan,” tegas Alex.
Diketahui, Rohidin sebagai calon petahana berpasangan dengan Meriani akan bertarung melawan Helmi Hasan-Mi’an di Pilkada tahun ini. Alex menyampaikan hal itu sekaligus merespons keberatan tim hukum Rohidin yang menyebut KPK tendensius karena melakukan penangkapan pada masa tenang Pilkada.
“Dalam ekspose tersebut dihadiri oleh tiga pimpinan, saya, pak Nawawi dan pak Tanak, dan berdasarkan kecukupan alat bukti kami sepakat untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan. Pak Tanak juga setuju artinya beliau juga tidak keberatan dengan adanya kegiatan-kegiatan penangkapan ini,” tandas Alex.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Rohidin dan dua tersangka lainnya dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP. Para tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan Cabang KPK untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 24 November 2024 sampai dengan 13 Desember 2024.