SULUT, HOLOPIS.COM – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan era digital saat ini menjadi tantangan terberat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menjaga soliditas umat.

Terlebih dengan kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk dan memiliki beragam agama, suku, adat, dan budaya. Oleh sebab itu, FKUB dengan segala aktivitasnya guna memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia diharapkan menjadi inspirasi kerukunan umat beragama dunia.

“Di antara informasi itu ada yang bersifat positif, tapi ada yang sifatnya negatif termasuk isu-isu yang dapat menimbulkan konflik antarumat beragama antara lain melalui narasi konspiratif dan hoaks,” kata Ma’ruf, Jumat (19/11)

Informasi bohong atau hoaks tersebut, sambung Ma’ruf, berkembang lebih cepat seperti deret ukur dibandingkan dengan berita yang bersifat konfirmatif (pelurusan) yang diibaratkan seperti deret hitung.

“Di samping itu, sisi negatif dari teknologi informasi berbasis digital ini memiliki kemampuan yang disebut dengan kurasi algoritma, yang menggiring setiap orang atau kelompok orang meyakini hanya terhadap informasi yang dipasok dari kelompoknya sebagai kebenaran, sementara kelompok lain berpedoman pada kebenaran yang diyakini kelompoknya sendiri,” terangnya.

Hal ini, menurutnya justru mengakibatkan terjadinya keterbelahan sosial, termasuk keterbelahan antarumat beragama.

“Ini adalah salah satu tantangan yang harus dijawab oleh FKUB agar kerukunan umat beragama tetap terjaga dan terpelihara,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia juga menuturkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama, sehingga kerukunan antarumat beragama sangat penting untuk dijaga karena merupakan unsur utama bagi terciptanya kerukunan nasional.

“Kerukunan umat beragama tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus senantiasa kita jaga dan kita pelihara,” pesannya.

Oleh sebab itu, Ma’ruf juga kembali mengingatkan pentingnya toleransi dan mengedepankan kepentingan bersama.

“Para pendiri bangsa (founding fathers) telah berhasil merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan kesepakatan (konsensus) nasional,” imbaunya.

Kesepakatan tersebut, sambungnya, dapat terwujud karena masing-masing pendiri negara memiliki rasa empati, toleran, dan tidak egois serta lebih mengedepankan kepentingan bersama dari pada kepentingan kelompoknya masing-masing.

“Sikap-sikap positif ini harus kita rawat, kita jaga, kita pelihara demi tetap berlangsungnya keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia yang harus kita wariskan kepada generasi sesudah kita khususnya kalangan milenial, generasi Z, dan generasi yang lebih belia lagi,” pungkasnya.