Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Belakangan ini, media sosial seperti TikTok dan X tengah ramai membicarakan fenomena yang dikenal sebagai “jam koma”. Fenomena ini banyak terjadi di kalangan Gen Z.

Menyikapi tentang fenomena tersebut, Pakar Psikologi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Zaki Nur Fahmawati menyebutnya sebagai kelelahan kognitif atau cognitive fatigue.

Apa yang Dimaksud dengan Jam Koma?

Jam koma adalah kondisi di mana seseorang mengalami penurunan kemampuan mental setelah melakukan aktivitas yang memerlukan konsentrasi tinggi dan pekerjaan intelektual yang berkelanjutan.

Menurut Zaki, kelelahan kognitif muncul ketika energi mental seseorang terkuras sepenuhnya, membuat mereka kesulitan untuk fokus, berpikir dengan jelas, mengambil keputusan yang tepat, atau menyelesaikan tugas secara efisien.

Aktivitas seperti pekerjaan, belajar, atau mengerjakan tugas yang kompleks dalam jangka waktu yang lama bisa menjadi pemicu utama kondisi ini.

Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Jam Koma

Menurut Zaki, ada beberapa gejala yang sering muncul ketika seseorang mengalami jam koma, umumnya berkaitan dengan kelelahan kognitif seperti penurunan kemampuan berkonsentrasi.

“Mereka mengalami penurunan kemampuan berpikir logis, sulit membuat keputusan, bahkan keputusan yang sederhana sekalipun,” jelas Zaki yang dikutip Holopis.com dari laman resmi Umsida, Jumat (25/10).

Orang yang mengalami kondisi ini cenderung lambat dalam menyelesaikan tugas, kehilangan motivasi, merasa lelah secara mental, sering melakukan kesalahan dalam pekerjaan, dan mengalami perubahan suasana hati yang buruk.

Penyebab Jam Koma dalam Perspektif Psikologi

Zaki, yang berfokus pada penelitian kesehatan mental dan ketangguhan keluarga, mengungkapkan bahwa kelelahan kognitif dipicu oleh beberapa faktor utama:

1. Tugas yang Kompleks

Ketika seseorang harus memproses banyak informasi atau melakukan tugas yang memerlukan pemikiran kritis secara terus-menerus, otak akan terbebani. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, energi mental bisa terkuras, mengakibatkan penurunan kemampuan berpikir.

2. Stimulasi Berlebihan

Lingkungan yang penuh dengan gangguan, seperti suara berisik, multitasking, atau seringnya berpindah-pindah fokus antara satu tugas ke tugas lainnya, dapat menyebabkan otak menjadi overstimulasi.

“Hal ini kerap terjadi di era digital. Banyak orang terus-menerus berganti-ganti antara media sosial yang mereka miliki dan pekerjaan, yang menyebabkan kelelahan mental kronis,” kata Zaki.

3. Kurang Istirahat

Otak memerlukan waktu pemulihan setelah bekerja keras. Kurangnya istirahat mental yang cukup, seperti tidak ada jeda yang memadai selama bekerja atau kurang tidur, bisa memperburuk kelelahan kognitif.

“Kurang tidur juga mengganggu kemampuan otak untuk memperbaiki dan mengisi ulang energi kognitif, sehingga mengakibatkan penurunan performa mental,” tambah Zaki.

4. Tekanan Emosional

Faktor emosional seperti stres terkait pekerjaan atau masalah pribadi bisa memperburuk kondisi ini. Ketika seseorang mengalami tekanan emosional, otak bekerja lebih keras untuk mengatasi emosi negatif tersebut, sehingga mengurangi kapasitas mental untuk berpikir.

5. Rutinitas yang Monoton

Aktivitas yang terlalu rutin dan kurang bervariasi dapat menyebabkan otak menjadi lelah. Kurangnya rangsangan baru atau variasi bisa menimbulkan perasaan stagnasi, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan kognitif seseorang.