JAKARTA, HOLOPIS.COMAnggota Komisi X DPR RI, Djohar Arifin Husin menyarankan agar Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim tidak gegabah dengan mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

“Kita sayangkan masalah ini tidak dikonsultasikan ke DPR,” kata Djohar dalam talkshow dengan RuangTamu Holopis Channel bertemakan ‘Kontroversi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS’, Kamis (18/11).

Ia juga menyebut bahwa banyak masyarakat yang menyampaikan protes terhadap Permendikbud Ristek tersebut. Hal ini terkait dengan adanya frasa tanpa persetujuan yang termaktub di dalam Pasal 5 ayat 2.

“Banyak yang mengatakan ini harus dicabut karena keterlaluan dan melegalkan perzinaan segala macam. Ini prematur lah peraturan ini,” ujarnya.

Ia menyarankan agar Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim membangun komunikasi dan konsultasi dengan DPR sebagai mitra kerjanya.

“Karena ini masalah masyarakat bukan masalah personal, ini kita ingin tahu apa yang sebenarnya mau dilakukan oleh menteri, tidak begini tiba-tiba nyelonong begitu saja, karena semua ada uji publik dan kajian-kajiannya,” tegas Djohar.

Isi Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.