HOLOPIS.COM, KARAWANG – Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan surat keterangan waris (SKW) dengan terdakwa Kusumayati kembali digelar di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (23/10). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari pihak terdakwa.

Dalam pleidoi tersebut, Kusumayati menyampaikan pernyataan yang berbeda dari kesaksiannya pada sidang-sidang sebelumnya. 

Menanggapi hal ini, pengacara korban Stephanie, Zaenal Abidin, menilai bahwa terdakwa menggunakan haknya untuk membela diri meskipun dengan berbohong.

“Iya, mana ada yang mengakui. Terdakwa kan boleh berbohong, itu haknya. Terdakwa tidak disumpah, jadi bisa menolak semua fakta persidangan,” ujar Zaenal, seperti dikutip Holopis.com.

Zaenal juga menyoroti bahwa hingga saat ini, korban Stephanie belum tercantum sebagai pemegang saham dalam perusahaan keluarga yang dikelola terdakwa. Ia mempertanyakan alasan di balik hal tersebut.

“Kalau benar tidak ada niat memalsukan tanda tangan, kenapa sampai sekarang Stephanie belum dimasukkan sebagai pemegang saham? Sudah tiga tahun berlalu, dan baru sekarang di pleidoi disebutkan bahwa pemalsuan itu bukan untuk mengubah susunan saham perusahaan,” tegas Zaenal.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan ketidakjelasan tindakan terdakwa yang seharusnya, jika tidak ada niat buruk, memanggil korban untuk memberikan haknya sebagai ahli waris.

“Logikanya, kalau memang tidak ada niat buruk, kenapa tidak dipanggil untuk memberikan haknya? Ini justru menggunakan surat yang dianggap palsu untuk merebut hak korban,” tambahnya.

Sebelumnya, Stephanie melaporkan ibunya, Kusumayati, karena tanda tangannya dipalsukan dalam SKW. 

SKW tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dalam pembuatan akta perubahan susunan saham perusahaan PT EMKL Bimajaya Mustika, milik keluarga Sugianto. Stephanie merasa dirugikan dan kehilangan haknya sebagai ahli waris akibat pemalsuan tersebut.

Sementara itu, dalam nota pembelaannya, kuasa hukum terdakwa, Lisa Devianti, menyatakan bahwa perubahan saham perusahaan tersebut dilakukan atas inisiatif Kusumayati, yang saat itu hanya menggunakan nama anaknya tanpa sepengetahuan mereka. 

Menurutnya, tindakan tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan pelanggan perusahaan yang menginginkan perubahan pemegang saham.

“Terdakwa mengatasnamakan anaknya dan saudara dari pelapor, Stephanie, tanpa sepengetahuan mereka karena terdakwa ingin tetap menjalankan perusahaan,” ujar Lisa saat membacakan pleidoi.

Kuasa hukum terdakwa juga mengklaim bahwa akta keputusan rapat yang dibuat cacat hukum dan tidak sah, namun hanya bersifat formalitas untuk memenuhi kebutuhan relasi bisnis.

Kusumayati dilaporkan pada tahun 2021 dengan tuduhan melanggar pasal 263 KUHP. Saat ini, persidangan masih berlangsung dan memasuki tahap akhir.