HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 ini bakal berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 tahun depan bahkan diproyeksi bakal lebih tinggi dari kisaran di atas.
“Secara keseluruhan BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 berada dalam kisaran 4,7 – 5,5 persen dan akan meningkat pada tahun 2025,” ungkap Perry dalam konferensi pers hasil RDG BI yang dipantau Holopis.com secara virtual, Rabu (16/10).
Optimisme ini berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 yang baik, yang ditopang oleh permintaan domestik dan investasi tetap kuat, khususnya investasi pembangunan sejalan dengan rampungnya sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Konsumsi rumah tangga khususnya kelas menengah ke atas tetap terjaga. Ekspor nonmigas tumbuh positif di tengah perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas,” ungkap Perry.
Perry menambahkan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2024 tetap baik, ditopang terutama oleh kenaikan investasi dan membaiknya konsumsi rumah tangga serta pengingkatan belanja pemerintah pada akhir tahun.
BI Waspadai Ketegangan Geopolitik di Timur Tengah
Seiring dengan itu, Bank Sentral Indonesia itu saat ini mewaspadai ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Sebab ketegangan yang semakin memanas dan meluas hingga ke sejumlah negara itu mendorong peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Perry mengatakan, ketidakapastian pasar keuangan global kembali mengalami peningkatan di tengah konvergensi kebijakan moneter negara maju. Menurutnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Di bidang ekonomi pertumbuhan ekonomi dunia 2024 diperkirakan tumbuh 3,2 persen dengan kecenderungan melambat,” ujar Perry.
Dia memaparkan inflasi global sekarang ini berada pada tren penurunan, sehingga dapat mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter, khususnya di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, tingkat pengangguran di negeri Paman Sam itu saat ini menunjukkan adanya perbaikan di tengah prospek inflasi yang lebih rendah, sehingga mendorong ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan suku bunga atau fed fund rate (FFR) lebih rendah.
Hal ini menyebabkan kenaikan yield obligasi AS atau US Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun dan indeks dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia atau DXY yang kembali mencatat penguatan.
Ke depan, tren penurunan suku bunga negara maju khususnya AS tetap berlanjut meskipun dinamika ketegangan geopolitik perlu terus dicermati.
“Perkembangan ini memerlukan kehati-hatian dalam merumuskan respons kebijakan dalam memitigasi dampak rambatan global terutama mendorong aliran modal asing dan memperkuat stabilitas nilai tukar, guna menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik,” tandasnya.