JAKARTA, HOLOPIS.COM – Kejaksaan Agung menegaskan langkah Aspidum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat serta 9 Jaksa lainnya yang terlibat dalam persidangan Valencya alias Nengsy Lim, telah melakukan pelanggaran.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, temuan tersebut berdasarkan hasil eksaminasi yang telah dilakukan setelah kasus tersebut viral.

“Dari tahap Prapenuntutan sampai tahap Penuntutan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki “Sense of Crisis” / Kepekaan,” kata Leonard, Senin (15/11).

Leonard memaparkan, 9 orang dari Kejaksaan Negeri Karawang,  Kejati Jabar dan Jaksa Penuntut Umum (P-16 A) tidak melaksanakan perintah Jaksa Agung.

“Dalam hal ini, tidak mempedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana.”

Serta, tidak mempedomani 7 Perintah Harian Jaksa Agung yang merupakan norma/kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara terdakwa Valencya.

“Sikap ini dapat diartikan tidak melaksanakan Perintah Pimpinan (Jaksa Agung, Red),” tegasnya.

“Tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum Tanggal 3 Desember 2019,  khususnya ketentuan Bab II, Angka 1  butir 6 dan butir 7,” tambahnya.

Disebutkan, Pengendalian Tuntutan Perkara Tindak Pidana Umum dengan Prinsip Kesetaraan yang ditangani di Kejagung atau Kejati dilaksanakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4).

Di kesempatan itu, dia mengungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Karawang telah melakukan Penundaan Pembacaan Tuntutan Pidana sebanyak 4  kali.

“Alasan yang disampaikan kepada Majelis Hakim  Rentut (Rencana Tuntutan) belum turun dari Kejati Jabar.” tukasnya.

Faktanya, sambung Leonard Rentut baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejati Jabar pada,  tanggal 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejati Jabar tanggal 29 Oktober 2021 dan persetujuan Tuntutan Pidana dari Kejati Jabar dengan Nota Telepon per tanggal 3 November 2021.

“Namun pembacaan Tuntutan Pidana oleh JPU pada tanggal  11 November,” bebernya tanpa tedeng aling.

Terakhir, mereka tidak mempedomani Pedoman Nomor 1/ 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana.

Ditambahkan Leonard, akibat perkara ini, pihaknya telah mengambil langkah tegas kepada Aspidum Kejati Jawa Barat dengan memutasinya ke Kejaksaan Agung. Selain itu, kasus ini akan langsung diambil oleh Jampidun karena dianggap sudah menjadi perhatian publik.

“Para Jaksa yang menangani perkara ini akan dilakukan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan,” tandasnya.

Diketahui sebelumnya seorang istri bernama Valencya (45) dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah suaminya melaporkan pada Jumat (11/11).

Ibu dua anak ini didakwa karena suaminya merasa dianiaya psikisnya akibat sering dimarahi.

Valencya terbukti bersalah dengan melanggar pasal 45 ayat (1) junto Pasal 5 huruf UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam persidang, Valencya mengatakan bahwa dia kesal dengan suaminya yang jarang pulang ke rumah dan setelah beberapa hari tak pulang, suami pulang dengan keadaan mabuk.

“Saya marah karena dia tak pulang ke rumah berhari-hari, dan dia pulang dengan keadaan mabuk,” ucap Valencya dalam persidangan.