MOROWALI, HOLOPIS.COM – Sebanyak 523 peserta mendaftarkan dirinya untuk mengikuti Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, yang dilaksanakan secara virtual pada 3 November 2021 di Morowali, Sulawesi Tengah.

Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”.

Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari Writepreuner Dian Ikha Pramayanti, TV Host dan Pengusaha Muda Brigita Ferlina, Dosen Univ. dr. Soetomo Zulaikha, serta Dosen dan Peneliti Jokhanan Kristiyono. Adapun sebagai moderator adalah Jihan selaku Communication Specialist. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Beranjak ke sesi pemaparan, Dian Ikha Pramayanti sebagai pemateri pertama membawakan tema “Belajar Digital Mudah, Murah, dan Aman”. Dian mengatakan, kecakapan digital mencakup pengetahuan dasar menggunakan perangkat digital, menggunakan mesin pencari, berinteraksi dengan aplikasi percakapan, dan menggunakan ragam aplikasi dompet digital.

“Orang yang cakap digital akan mampu menyaring informasi, melindungi informasi pribadi, melestarikan etika, dan melengkapi perangkat/akun dengan sistem keamanan ganda,” terangnya.

Berikutnya, Brigita Ferlina membawakan tema “Bijak di Kolom Comment, Digital Ethics”. Ia menegaskan, pegang prinsip THINK Before You Act dalam bermedia sosial. Yaitu, True, Helpful, Inspiring, Necessary, dan Kind. Jika tidak memenuhi kaidah tersebut, maka sebaiknya tahan untuk berkomentar atau mengirim konten teks/audio/video. “Beberapa komentar bahkan ada konsekuensi hukumnya, seperti komentar berbau ancaman, kejahatan, body shaming, pencemaran nama baik, hoaks, kesusilaan, dan SARA,” jelasnya.

Sebagai pemateri ketiga, Zulaikha membawakan tema “Toleransi Multikultural Lewat Media Digital, Bisakah?”. Zulaikha menyampaikan, media sosial bisa berperan sebagai platform demokrasi dan toleransi. Itu dikarenakan terjadinya pergeseran dari demokrasi luring ke daring. “Untuk mendukung peran tersebut, kirim hal-hal yang dikuasai saja (seni budaya, kearifan lokal); kirim fakta, bukan opini; dan yang paling penting, jangan julid,” ungkapnya.

Adapun, Jokhanan Kristiyono sebagai pemateri terakhir membawakan tema “Dunia Maya dan Rekam Jejak Digital, Digital Safety”. Beberapa serangan siber yang perlu diwaspadai yakni data phishing, hacking, virus, hoaks, plagiarisme, dan unemployment. “Agar jejak digital kita aman, jaga informasi pribadi tetap terbatas, aktifkan pengaturan privasi, pastikan koneksi internet aman, pilih kata sandi yang kuat, dan hati-hati sebelum mengirim,” pungkasnya.

Selanjutnya, Jihan selaku moderator memandu sesi tanya jawab yang disambut hangat oleh peserta. Dalam kesempatan tersebut, peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan kepada para narasumber. Sepuluh penanya beruntung berhak mendapatkan hadiah berupa uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 dari panitia.

“Apa yang harus dilakukan jika kita terlanjur memberi opini atau berita yang ternyata di kemudian hari salah? Apakah berpengaruh pada jejak digital kita?” tanya Haiqal Halim ke Dian Ikha. Menanggapi pertanyaan tersebut, Dian Ikha mengatakan bahwa rekam jejak digital tidak bisa hilang, sampai server platform medsos yang kita pakai tidak ada. Namun, kita bisa menghapusnya setelah kita sadar. Sehingga, meskipun tetap tersimpan di server, namun orang tidak bisa melihat lagi, kecuali jika ada orang lain yang menangkap layar. “Maka, mulai saat ini, segera hapus kiriman negatif. Beberapa perusahaan bahkan merekrut karyawan berdasarkan rekam jejak digital mereka,” imbuh Dian.