Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan mengklaim, pemerintah selalu konsisten mengelola rasio utang secara cermat dan terukur.

Hal tersebut dilakukan dengan tetap menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal. Sehingga, APBN dapat dijaga sehat, kredibel, dan berkesinambungan.

Ferry menuturkan, upaya pengelolaan utang pemerintah yang tetap terkendali juga telah mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal, imbuhnya, juga diakui oleh lembaga internasional.

“Pembiayaan melalui utang dilakukan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi,” katanya melalui keterangan resmi, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (24/8).

Ferry pun mengatakan, utang menjadi alat strategis dalam mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, yang bermanfaat dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap guncangan global.

Dia merincikan, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 2014 hingga 2019 berada dalam kisaran 24,68 sampai dengan 30,23 persen PDB. Angka itu meningkat dengan laju yang moderat, terutama untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.

Meski sempat mengalami kenaikan signifikan akibat pandemi Covid-19, kata dia, pemerintah berhasil mengendalikan laju kenaikan utang sejak 2021 hingga kini. Hal ini tercermin dari rasio utang pemerintah pada 2023 yang tercatat sebesar 39,21 persen PDB.

“Bahkan rasio utang Indonesia tahun 2023 juga lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia 67,3 persen PDB, China 83,6 persen PDB, dan India 82,7 persen PDB,” kata Ferry.

Hingga akhir Juli 2024, rasio utang pemerintah tercatat sebesar 38,68 persen terhadap PDB. Tingkat tersebut, kata Ferry, masih jauh di bawah batas aman 60 persen sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.

“Secara struktur, utang pemerintah juga masih tergolong sehat. Per akhir Juli 2024, profil jatuh tempo utang Pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo di 8 tahun” tandasnya.

Lebih rinci, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar 70,49 persen, SBN valas sebesar 17,27 persen, dan pinjaman sebesar 12,24 persen.

Tercatat juga, kepemilikan SBN Domestik antara lain oleh lembaga keuangan memegang sekitar 39,6 persen, Bank Indonesia sekitar 24,3 persen, oleh asing hanya sekitar 14,0 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing, investor individu sekitar 8,7 persen, serta sisanya dipegang oleh institusi domestik lainnya.

“Pemerintah terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien sehingga meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan,” kata Ferry.