HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Perdagangan melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) mendorong transformasi ritel modern di era digital. Di era saat ini telah terjadi pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel.
Kepala BKPerdag, Kasan mengatakan, perubahan pola perilaku konsumen telah menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha di sektor ritel agar tetap bertahan dalam menjalankan bisnis.
“Kementerian Perdagangan mendorong transformasi ritel modern di era digital dalam memanfaatkan semua sarana pemasaran, termasuk niaga-el (e-commerce). Pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pelaku usaha sektor ritel,” ujar Kasan, dalam sambutanya dalam pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #15 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur, Rabu (14/8).
Kasan mengungkapkan, digitalisasi menjadi keharusan pada era baru pascapandemi di dalam tatanan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sektor perdagangan harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk memanfaatkan situasi saat ini, termasuk ritel modern.
Berdasarkan data Bank Indonesia, penjualan produk ritel pascapandemi sudah mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2024 yang diperkirakan mencapai 212. Angka tersebut tumbuh 4,3 persen (year-on-year).
“Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta subkelompok sandang. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2024 tercatat senilai 123,4. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan pada tahun lalu sebesar 123,5. Meski demikian, angka tersebut masih berada dalam posisi optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan. Dengan melihat potensi konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan tingkat penjualan ritel yang masih prospektif, perlu upaya mendorong sektor ritel modern,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Bappenas, Pande Nyoman Laksmi Kusumawati menambahkan, niaga-el diproyeksikan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan
tercepat. Niaga-el diproyeksikan mampu memberikan kontribusi sebesar 24 persen pada penjualan ritel di tahun 2027. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada 2023 yang nilai kontribusinya mencapai 21 persen.
“Ritel dengan sarana pemasaran niaga-el juga diproyeksikan menunjukkan peningkatan penjualan yang kuat yaitu mencapai USD 1,4 triliun pada 2022—2027. Potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang senilai lebih dari 64 persen. Selain itu, dompet-el terus menjadi pilihan pembayaran. Penggunaan dompet-el diperkirakan akan meningkat dari 49 persen pada 2022 menjadi 54 persen pada 2026,” ungkap Laksmi.
Ia menambahkan, saat ini pelaku usaha sektor ritel semakin banyak yang berinvestasi dalam mengembangkan strategi omnichannel guna mendorong terciptanya ekosistem perdagangan digital.
Omnichannel adalah strategi yang memadukan penjualan luring dan daring. Menurut Laksmi, negara- negara di Asia Pasifik diperkirakan akan memimpin perdagangan digital dengan pertumbuhan pesat di Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan India.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menerangkan, dikotomi antara toko luring dan toko daring seharusnya sudah tidak lagi ada di era digital saat ini. Hal ini karena sudah banyaknya transformasi yang dilakukan dari toko luring menjadi toko daring dan sebaliknya.
“Toko ritel harus mengikuti tren berbelanja saat ini atau toko ritel akan menjadi punah. Aprindo sebagai asosiasi dan korporasi ritel tentunya memiliki keberpihakan kepada pelaku usaha ritel, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang dan naik kelas di era digital, baik pada level nasional maupun global,” pungkasnya.