HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono langsung menyoroti permasalahan dalam penyaluran pupuk subsidi di hari pertamanya bekerja sebagai pendamping Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman.
Sudaryono yang beru dilantik Presiden Joko WIdodo (Jokowi) Kamis (18/7) kemarin sore itu menyampaikan, bahwa kalangan petani seringkali mengeluhkan soal pendistribusian pupuk bersubsidi yang kerap kali terlambat.
Sebagai seorang anak petani, Sudaryono menuturkan bahwa dirinya merasakan stok pupuk yang telat didistribusikan ke petani bisa mencapai seminggu. Hal itu disampaikannya dalam acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta.
“Saya sendiri berasal dari keluarga petani, bapak dan ibu saya di belakang adalah keluarga petani. Kita ini merasakan pupuk telat tiga hari (sampai) seminggu, itu bedanya seperti langit dan bumi,” kata Sudaryono dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (19/7).
Sudaryono yang diketahui menjabat Ketua Umum Tani Merdeka itu mengaku, bahwa dirinya merasakan betul penderitaan para petani ketika tidak adanya stok bibit hingga pupuk, karena terlambatnya proses distribusi.
“Jadi saya merasakan sekali bibit tidak ada, pupuk tidak cukup, pupuk datang tidak tepat waktu, itu bedanya seperti langit dan bumi. Seperti hidup dan mati,” ujarnya.
Adapun sebelumnya, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi juga menyoroti permasalahan penyaluran pupuk subsidi bagi para petani, dimana menurutnya tata kelola yang berjalan saat ini terlalu rumit karena banyaknya regulasi.
“Problemnya sekarang mohon maaf sorry to say ruwet sekali, banyak sekali aturannya, di daerah aturan banyak. Pupuk ini overly regulated. Terlalu banyak yang mengurusi,” kata Rahmad, Rabu (17/7).
Rahmad mengatakan, penyaluran pupuk subsidi tidak hanya diatur di tingkat pemerintah pusat, tapi juga di pemerintah daerah. Bahkan di pusat, lanjutnya, program pupuk subsidi harus mekanisme birokrasi di 6-7 kementerian.
Dia lantas menjelaskan, realisasi kenaikan alokasi pupuk subsidi sebesar 9,55 juta ton terhambat oleh regulasi dan terlalu banyaknya koordinasi antar kementerian/lembaga terkait, sehingga untuk mencapai final pun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ketika semua regulasi terkait sudah terbit, ternyata pemerintah dan Pupuk Indonesia tidak bisa berkontrak lantaran anggaran yang belum tersedia. Namun, hal ini telah teratasi dalam rapat pengendalian inflasi bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertanian.
“Contoh verifikasi dan validasi (verval) dilakukan petugas kecamatan sebagian besar PPL itu honorer. untuk itu, biayanya ditanggungkam ke siapa? Seringkali verval itu dibebankan ke distributor sehingga menyebabkan HET-nya kemudian tidak bisa dipertahankan. Itu baru satu hal belum lagi distributor mau perpanjang rekomendasi, setiap tahun memperpanjang rekomendasi dinas. Jadi variasi kebijakan tingkat nasional ke daerah ini very complicated,” ujarnya.