JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketua Umum Pengurus Besar Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) H Syarief Hidayatulloh mengaku sangat kecewa dengan statemen Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut, bahwa Kementerian Agama adalah hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU).
Ia menilai, seharusnya statemen semacam itu tidak keluar dari mulut seorang Menteri Agama. Dan menurut Syarief, tokoh GP Ansor itu lebih baik mundur dari jabatannya.
“Pandangan saya, ya harus mundur,” kata Syarief kepada wartawan, Rabu (27/10).
Bagi Syarief, masih banyak kader NU maupun tokoh-tokoh Islam lainnya di Indonesia yang memiliki kompetensi baik untuk mengurus Kementerian Agama. Apalagi lembaga negara tersebut hadir mengayomi seluruh umat beragama dan semua kelompok yang ada.
“Menteri agama ya harus mengayomi semua agama,” tegasnya.
Kemudian, Syarief juga menyebut bahwa sikap Yaqut tidak dewasa ketika menyikapi protes dari banyak kalangan dengan statemennya itu. Apalagi sikapnya yang emosional justru malah mendegradasi dirinya sebagai tokoh NU dan menteri yang harusnya dipandang positif oleh umat Islam dan umat beragama di Indonesia.
Padahal kata Syarief, jika seandainya Yaqut tidak emosional dan lebih memilih meminta maaf dengan statemennya semacam itu, situasinya tidak akan separah saat ini, dimana reaksi publik semakin keras kepada adik kandung KH Yahya Cholil Staquf itu.
“Kalau mau selamat ya harus minta maaf,” tutur Syarief.
Polemik Yaqut Cholil Qoumas
Sebelumnya, Yaqut menyampaikan bahwa Kemenag merupakan hadiah khusus dari negara untuk NU, bukan untuk umat Islam secara umum.
Hal itu disampaikan Yaqut saat memberikan sambutan di webinar bertajuk Santri Membangun Negeri dalam Sudut Pandang Politik, Ekonomi, Budaya, dan Revolusi Teknologi yang ditayangkan di kanal YouTube TVNU, Rabu (20/10).
“Karena waktu itu kan perdebatannya bergeser ke kementerian ini adalah kementerian semua agama, melindungi semua umat beragama. Ada yang tidak setuju, kementerian ini harus kementerian Agama Islam, karena kementerian agama adalah hadiah negara untuk umat Islam,” kata Yaqut.
Sehingga kata Yaqut, sangat wajar ketika kalangan NU mengambil keuntungan lebih besar dari Kementerian Agama karena perspektif tersebut.
“Saya bilang bukan. Kementerian Agama adalah hadiah negara untuk NU (Nahdlatul Ulama). bukan untuk umat Islam secara umum, spesifik NU. Jadi wajar kalo sekarang NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU,” tambahnya.
Namun sayangnya, Yaqut mencoba menepis sentimen negatif tersebut dengan menyatakan, bahwa konten itu bukan untuk konsumsi publik karena acara digelar untuk kalangan internal semata.
“Saya sampaikan di forum internal. Intinya adalah memberi semangat para para santri dan pondok pesantren,” kata Yaqut kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/10).
Ia menggambarkan, statemennya itu bak seperti rayuan kepada kekasih.
“Itu sama kira-kira ketika kalian dengan pasangannya masing-masing melihat rembulan itu di malam hari, bilang ‘dek, dunia ini milik kita berdua, yang lain cuma ngekos’. Saya tanya, salah nggak itu?,” sambungnya.
Sambil menggebu-nggebu, Yaqut mengancam tak akan melanjutkan sesi wawancara tersebut jika konteks itu nggak dijawab.
“Salah nggak itu?. Saya tanya ke kalian dulu, jawab dong, kalau nggak jawab nggak saya terusin,” tukasnya.