SURABAYA, HOLOPIS.COM – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mohammad Mahfud MD menyampaikan, bahwa Hari Santri Nasional yang diperingati oleh seluruh santri di Indonesia setiap tanggal 22 Oktober bukan peringatan yang ujug-ujug ada, akan tetapi ada hubungan histori di dalamnya.
Di dalam silaturrahim dengan Rektor, Guru Besar, Senat Akademik dan Dekan di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Mahfud menceritakan asal muasal mengapa Hari Santri perlu dibesar-besarkan oleh Indonesia. Hal ini berawal dari perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan tahun 1945.
“Kita telusuri sejarah. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, tanggal 18 Agustus ditetapkan berlakunya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 oleh BPUPKI,” kata Mahfud, Sabtu (23/10).
Walaupun secara de jure Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya, namun secara de facto, ada dua negara yang ingin menjajah Indonesia kembali, yakni Belanda dan Jepang. Namun berdasarkan konvensi Wina di PBB, bahwa negara yang kalah dari perang dunia kedua tidak boleh memberikan kemerdekaan kepada negara yang dijajah, akan tetapi harus mengembalikannya kepada negara penjajah sebelumnya.
“Negara yang kalah dalam perang dunia ke II seperti Jepang, Italia dan Jerman, tidak boleh memberi kemerdekaan kepada negara yang dijajahnya, melainkan harus dikembalikan ke penjajah sebelumnya,” jelasnya.
Berdasarkan hal itu, salah satu ulama besar dari Jawa Timur bernama KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan penjajahan kembali terjadi di Indonesia sehingga rakyat Indonesia bisa merasakan kemerdekaannya. Fatwa itu dikeluarkan oleh kiai Hasyim Asyari pada tanggal 17 September 1945.
“Tanggal 17 September 1945 dari Jawa Timur ini, KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihad, (isinya) lawan, kita harus merdeka, penjajah siapapun harus kita lawan,” sebut Mahfud.
Melalui semangat fatwa jihad yang dikeluarkan oleh Kiai Hasyim Asyari itulah, para Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melakukan rapat dan keluarlah resolusi jihad yang dikenal sampai saat ini.
“Tanggal 22 Oktober, PBNU rapat di Surabaya, isinya mengeluarkan resolusi jihad bahwa wajib hukumnya baik bagi kaum muslimin dan kaum santri untuk berperan mempertahankan kemerdekaan dari upaya pengambilan kembali oleh penjajah,” terangnya.
Dari cerita singkat itulah, diketahui mengapa pada tanggal 15 Oktober 2015, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
“Jadi Hari Santri itu dikaitkan dengan resolusi jihad itu,” tambahnya.
Namun di balik itu semua, ada poin penting yang ingin ditekankan oleh Mahfud MD. Bahwa merebut kemerdekaan dan mempertahankannya tidak bisa dilepaskan dari peran aktif seluruh kelompok masyarakat Indonesia.
“Dari perjalanan perjuangan itu, selain kata kunci merdeka, (adalah) bersatu. Kita bisa merdeka karena kita bersatu, bersatu di dalam perbedaan,” pungkasnya.