HOLOPIS.COM, JAKARTA – MUI (Majelis Ulama Indonesia) sampai dengan saat ini masih bersikeras bahwa fatwa salam lintas agama masih bersifat haram.

Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh ngotot bahwa pengucapan salam seperti ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh‘ mengandung makna keagamaan.

“Itu berdimensi keagamaan, di dalamnya ada doa,” kata Asrorun dalam pernyataannya beberapa waktu lalu seperti dikutip Holopis.com.

Salam yang diklaim diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam (SAW) itu dibuktikan dengan adanya hukum dalam Islam yang menyatakan bahwa menjawab salam adalah wajib.

“Artinya, di situ adalah masalah keagamaan yang berdimensi ubudiah,” klaimnya.

Oleh karena itu, Asrorun pun mengelak soal hilangnya makna toleransi terkait dengan fatwa yang telah mereka keluarkan.

“Makna toleransi itu ya sudah masing-masing nggak perlu anda mencampuradukkan salam yang bersifat khas keagamaan sebagai bagian dari doa khusus, menjadi satu kesatuan,” ujarnya.

“Itu bukan makna toleransi yang dibenarkan dalam konteks keislaman. Nah itu yang perlu dipahami oleh publik,” lanjutnya.

Asrorun juga mengatakan, ada salam umum yang bisa digunakan ketimbang menggunakan salam khas agama masing-masing.

“Kalau salam yang bersifat umum seperti kita mendoakan kesehatan, seperti ‘salam sehat bos’ atau ‘mudah-mudahan terus sehat’ apakah itu terlarang? tidak, karena itu bagian dari hal yang bersifat muamalah. Nah ini yang perlu dipahami,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut tidak menunjukkan bahwa Islam antipancasila dan antikesatuan. Justru sebaliknya, Islam mewajibkan kepada umatnya untuk menjalin kerja sama kepada siapapun tanpa membeda-bedakan agamanya, dengan prinsip saling menguntungkan dengan mengedepankan harmoni dan kedamaian.

“Saya kira ini yang perlu kita pahami secara utuh dan didudukkan secara proporsional, bahkan di dalam keputusan ijmak ini ditegaskan satu item tersendiri, hukumnya haram mengejek, mengolok-olok, dan merendahkan ajaran agama yang lain, sekalipun itu nadanya guyon,” tuntasnya.

Sebelumnya diberitakan, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) meragukan munculnya fatwa mengenai salam lintas agama adalah murni dari pemikiran MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf menilai, ada sebuah pemikiran dari kelompok tertentu yang menggiring pemuka agama untuk mencap pengucapan salam lintas agama menjadi haram.

“Dari gagasan-gagasan agar menjadi mindset dari masyarakat, gagasan-gagasan sebenarnya asal-usulnya tidak terlalu jelas, tapi ketika mereka melakukan strategi mindstreaming, lalu tokoh-tokoh agama termasuk ulama ini digiring untuk beri persetujuan untuk gagasan itu jadi seolah gagasan ini bagian dari agama,” kata pria yang akrab disapa Gus Yahya dalam pernyataannya pada Selasa (11/6).

Hukum salam lintas agama yang dimaksud merupakan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII. Gus Yahya pun hingga saat ini merasa yakin tidak ada niat mencampuradukkan ibadah dalam pengucapan salam lintas agama.

“Ini yang men-triger, jadi dianggap haram pakai salam macem-macem itu karena mencampuradukkan ibadah, kenapa? Karena ada klaim bahwa kalau assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh itu adalah ibadah, maka diklaim yang lain-lain juga ibadah, padahal tidak ada ibadah itu,” ujarnya.