HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) nampaknya pesimis dengan kota-kota di Indonesia selain Jakarta mampu membangun moda transportasi massal seperti MRT lantaran biaya pembangunan yang mahal.
Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Kota seluruh Indonesia (Rakernas Apeksi) ke-XVIII di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa 4 Juni 2024.
Namun Jokowi mengingatkan, bahwa transportasi massal tidak harus MRT, LRT yang sekarang ini dikatakannya, membutuhkan biaya pembangunannya sebesar Rp2,3 triliun per kilometer (km).
“Kalau kita bayangannya selalu Subway MRT itu biayanya gede banget, mahal. Saya sampaikan waktu MRT Jakarta dibangun pertama itu per km Rp 1,1 Triliun. Sekarang sudah 2,3 per km,” kata Jokowi seperti dikutip Holopis.com, Selasa (4/6).
“Tolong tunjuk jari kota mana yang siap membangun MRT dengan (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD-nya, 1 km (biayanya) Rp 2,3 triliun,” sambungnya.
Menurut Jokowi, tidak akan ada kota yang mampu membangun transportasi kota seperti MRT hingga LRT yang pada dasarnya membutuhkan biaya mahal.
“Kalau LRT yang kita bangun Jakarta, kita bangun sendiri dengan gerbong yang kita buat di Inka itu kurang lebih Rp 600 miliar per km, siapa sanggup? Ada kota yang sanggup? Tunjuk jari, saya beri sepeda, nggak ada yang mampu,” ujarnya.
“Apalagi kereta cepat, itu juga justru lebih murah dari yang subway. Kereta cepat itu Rp 780 miliar per km-nya,” katanya.
Lebih lanjut, Jokowi kemudian menawarkan konsep transportasi kota baru, yakni autonomous rapid transit (ART). Dia mengatakan, bahwa ART dalam operasionalnya tidak menggunakan rel, melainkan magnet.
“Sekarang ada barang baru yang namanya ART, autonomous rapid transit, tidak pakai rel, tapi pakai magnet, bisa 2 gerbong, 2 atau 3 gerbong, atau 1 gerbong,” katanya.
Menurutnya, biaya untuk membangun ART jauh lebih murah ketimbang transportasi massal lainnya seperti MRT hingga LRT. Ia pun menekankan, bahwa pemerintah pusat terbuka untuk membantu pembangunan ART.
“Nanti kalau ada yang APBD miliki kemampuan, tolong berhubungan dengan Pak Menteri Perhubungan, bisa bagi-bagi fifty-fifty APBD 50 persen, APBN 50 persen, misalnya,” tuturnya.
Adapun bantuan tersebut bertujuan untuk menanggulangi potensi kemacetan di kota-kota di Indonesia, seiring dengan meningkatnya penduduk yang tinggal di perkotaan.
“Karena kalau tidak 10-20 tahun yang akan datang semua kota akan macet, nggak percaya? Kita lihat nanti kalau setiap kota nggak persiapkan diri mengenai transportasi massalnya,” pungkasnya.