Holopis.com HOLOPIS.COM, SUMBAR – BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memnanfaatkan teknologi drone untuk melakukan pemantauan area terdampak galodo di Sumatera Barat.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menjelaskan, tim tersebut juga dikerahkan untuk melakukan memetakan potensi bencana susulan yang mungkin terjadi.

Tim drone yang terdiri dari dua orang personil dari Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB bersama dengan satu orang pilot drone dari Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) dan satu orang pilot dari Sky Volunteer menerbangkan tiga pesawat tanpa awak (drone) berjenis tetracopter Autel Evo II. Tetracopter merupakan pesawat tanpa awak dengan empat baling-baling.

Giat pemetaan kali ini tim bergerak menuju lereng Gunungapi Marapi di sisi Kabupaten Tanah Datar dengan titik fokus di wilayah Sungai Jambu, Pasir Lawas, dan Sigarunggung.

“Aliran sungai yang berhulu ke Marapi di tiga wilayah ini disinyalir terdapat material batuan yang mengganjal dan berpotensi menghambat jalannya aliran air,” kata Abdul Muhari dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (27/5).

BNPB besama dengan perwakilan forkopimda Tanah Datar sebelumnya juga telah melakukan pemantauan udara dengan menggunakan helikopter di tiga titik lokasi ini namun tidak mencapai hasil yang maksimal karena kendala cuaca.

Area pemetaan yang digunakan kali ini secara umum mengacu pada wilayah kerja yang sudah disiapkan berdasarkan hasil analisis dan laporan area terdampak yang dapat dicek melalui portal inaRisk (https://inarisk.bnpb.go.id/tanggapdarurat_sumbar)

Dengan keadaan cuaca mendung disertai gerimis ringan, pada operasi drone hari ini tim berhasil menerbangkan pesawat nirawak berwarna oranye hingga ketinggian 200 meter yang mencakup area seluas 40 hektar.

“Hasil pemantauan visual yang didapatkan kali ini antara lain belum ditemukannya batu besar yang akan berpotensi menjadi blocking aliran air pada alur sungai Jambu, Pasir Lawas, dan Sigarunggung,” ungkapnya.

Tindak lanjut hasil pemetaan ini menurut Abdul, akan menjadi acuan untuk pelaksanaan upaya penanganan darurat. Dimana sebelumnya ada empat kesepakatan langkah lanjutan penanganan banjir lahar hujan di Sumatra Barat yaitu normalisasi aliran sungai, pemasangan unit early warning system (EWS), demolish, dan pembangunan sabo dam.