Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Layanan internet berbasis satelit, seperti Starlink hadir bak pahlawan bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil dengan akses internet terbatas. Namun, di balik kecepatan dan kemudahannya, ternyata ada ancaman siber yang mengintai.

Ancaman tersebut berupa serangan yang dapat dilakukan oleh negara asing atau entitas jahat ke satelit yang digunakan oleh Starlink. Pasalnya, serangan ini dapat mengganggu operasional satelit, bahkan mencuri informasi penting yang ada pada satelit.

Hal ini tentu membuat dilema bagi para aparat penegak hukum, terlebih dengan adanya perbedaan teknologi yang digunakan Starlink, membuat alat-alat intercept dan monitoring yang dimiliki oleh aparat sekarang ini menjadi tidak efektif.

“Hal tersebut menyebabkan seolah-oleh aparat penegakan hukum dan intelijen kita buta dan tuli terhadap komunikasi yang dilewatkan Starlink tersebut,” ungkap Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Pratama Dahlian Persadha seperti dikutip Holopis.com, Minggu (25/5).

Meskipun saat ini intercept dan monitoring masih bisa dilakukan melalui Network Access Provider (NAP) lokal, di mana Starlink membeli bandwidth, namun hal ini tidak memberikan jaminan penuh.

Pasalnya, Starlink memiliki teknologi ‘Laser Link’, dimana teknologi ini memungkinkan setiap satelit yang dimiliki oleh perusahaan milik Elon Musk itu dapat terhubung tanpa perlu bekerja sama dengan NAP lokal.

“Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu meningkatkan kerjasama internasional serta memanfaatkan riset dan teknologi terbaru untuk menjaga kedaulatan sibernya,” tandas Pratama.

Sebagaimana diketahui, Starlink telah resmi beroperasi di Indonesia sejak 19 Mei 2024 lalu, usai diresmikan langsung oleh Elon Musk di sela acara World Water Forum (WWF) ke-10 yang berlangsung di Bali beberapa waktu lalu.

Adapun saat ini, layanan internet hasil inovasi SpaceX itu masih difokuskan untuk sektor pendidikan dan kesehatan di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).