HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sutan Sjahrir atau Sutan Syahrir merupakan politikus sekaligus Perdana Menteri pertama selepas Indonesia merdeka, beliau adalah seorang intelektual, perintis dan juga revolusioner kemerdekaan Indonesia yang lahir pada 5 Maret 1909.
Sutan Sjahrir menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia mulai dari 14 November 1945 sampai 20 Juni 2947.
Sekadar diketahui, Sutan Sjahrir sendiri lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat dari pasangan Mohammad Rasad dengan gelar Maharaja Soetan bin Leman dan gelar Soetan Palindih dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari negeri Natal, Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Sutan Sjahrir menjalani masa sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS) dan sekolah menengah di Meer Uitgrebreid Lager Onderwijs (MULO), Medan.
Setelah selesai pendidkan di MULO pada 1926, Sutan Sjahrir kemudian masuk ke sekolah lanjutan atas di Algemenee Middelbare School (AMS) di Bandung.
Selama pendidikannya di Bandung, Sutan Sjahrir aktif di sejumlah organisasi seperti di klub debat, aksi pendidikan melek huruf hingga menjurus menjadi poltis.
Ketika para pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada tanggal 20 Februari 1927, Sjahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesië. Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia, kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
Sebagai siswa sekolah menengah, Sjahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah Himpunan Pemuda Nasionalis. Dalam kenangan seorang temannya di AMS, Sjahrir kerap lari digebah polisi karena membandel membaca koran yang memuat berita pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.
Sutan Sjahrir juga melanjutkan pendidikannya di luar negeri, dalam hal ini di Belanda. Sjahrir mengenyam pendidikan di Universitas Amsterdam dan mengambil Fakultas Hukum.
Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme. Ia akrab dengan Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan istrinya Maria Duchateau, yang kelak dinikahi Sjahrir, meski sebentar. (Kelak Sjahrir menikah kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).
Pada akhir tahun 1931, Sutan Sjahrir lantas kembali ke Tanah Air dan bergabung dengan pergerakan nasional, dan juga bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru), beliau kemudian menjadi Ketua PNI Baru pada 1932.
Sjahrir kemudian terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Sjahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Sjahrir kemudian memimpin PNI Baru bersama Hatta, namun kepemimpinan mereka berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, dianggap radikal ketimbang Soekarno.
Kemudian pada Februari 1934, Belanda menangkap memenjarakan, kemudian membuang Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digoel. Hampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.
Singkatnya, Sutan Sjahrir kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947.
Kemudian sempat ada insiden penculikan terhadap Perdana Menteri Sutan Sjahrir pada 26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda karena dinilai sangat merugikan perjuangan Bangsa Indonesia saat itu.
Pada akhirnya, Sutan Sjahrir meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Sjahrir ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76 tahun 1966.