HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik (parpol) untuk mengisi jabatan Jaksa Agung.
Putusan itu dinilai akan memperkuat independensi Kejaksaan sekaligus memberikan kesempatan lebih luas bagi insan Adhyaksa untuk dapat berkarier sampai di posisi puncak.
“Kami menyambut baik putusan MK dimaksud untuk memperkuat Indenpendensi Kejaksaan sebagai Aparat Penegak hukum,” ucap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (2/3).
Selain itu, sambung Ketut, putusan MK ini juga menjadi kesempatan dan harapan bagi jajaran Kejaksaan untuk bisa berkarir hingga menjadi pemimpin di Koprs Adhyaksa. Kesempatan dan harapan itu, kata Ketut, semoga memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kepentingan penegakan hukum.
“Putusan tersebut sekaligus memberikan kesempatan lebih luas bagi insan Adhyaksa untuk dapat berkarier sampai di posisi puncak sebagai Jaksa Agung RI, harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kepentingan penegakan hukum,” kata Ketut.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan sebagian uji materiil aturan mengenai syarat pengangkatan Jaksa Agung dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkara itu terdaftar dengan nomor 6/PUU-XXII/2024.
MK dalam putusannya menyebutkan Pasal 20 UU 11/2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusannya MK menyatakan, untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung bukanlah merupakan pengurus parpol. Selain itu, untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung haruslah berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya selama 5 tahun.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2).
Dalam pertimbangannya, MK menyebut pengurus parpol adalah orang yang memiliki keterikatakn dengan partai politik. Sehingga dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan atau conflict of interest. Sehingga tak dapat diterima jika posisi Jaksa Agung sebagai aparat penegak hukum sambil menjadi pengurus parpol.
Adapun, jangka waktu lima tahun menjadi waktu yang cukup untuk calon Jaksa Agung terputus dari berbagai kepentingan politik maupun intervensi partai. Jangka waktu yang ditetapkan itu diharapkan dapat mencegah afiliasi dengan partai politik.
“Bagi calon jaksa agung yang belum diangkat menjadi jaksa agung merupakan kader partai politik, cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi jaksa agung,” tutur Hakim Konstitusi Saldi Isra Saldi Isra saat membacakan pertimbangan mahkamah.