HOLOLOPIS.COM, JAKARTA – Media sosial di Indonesia saat ini sedang ramai membahas tentang Silent Majority atau jika diartikan ke Bahasa Indonesia menjadi ‘Mayoritas yang Diam’. Fenomena Silent Majority ini dikaitkan dengan kemenangan Capres dan Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dari hasil quick count (perhitungan cepat) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Muncul anggapan bahwa banyak masyarakat yang selama kampanye diam dan tidak menunjukkan arah pilihan mereka, ternyata menjatuhkan pilihan ke Prabowo dan Gibran.
“Setelah lama jadi SILENT MAJORITY, akhirnya berhasil memilih tanpa harus merendahkan pilihan orang lain,” kata pemilik akun Tiktok @syakura.official, dikutip Holopis.com, Jum’at (16/2).
Sementara itu mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil juga memberikan komentar terkait Silent Majority yang diam-diam memenangkan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
“Silent Majority sudah berbicara. Siapa mereka? Mereka yang menyimak namun jarang komen, mereka yang jarang komen, mereka yang jarang ribut-ribut di medsos tiap akun ini posting,” kata Ridwan di akunnya @ridwankamil.
Netizen pun langsung tertarik dengan istilah yang saat ini tiba-tiba menjadi sangat populer. Apa itu Silent Majority?
Asal Muasal Istilah Silent Majority
Berdasarkan informasi yang dihimpun Holopis.com, Silent Majority adalah sebuah istilah yang diartikan sebagai kumpulan orang-orang di sebuah negara atau kelompok, yang tidak mengekspresikan opini mereka di mata publik.
Istilah ini, ternyata pertama kali dipopulerkan oleh Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon pada 3 November 1969. Saat itu, ia sedang membahas masyarakat Amerika Serikat yang tidak ikut dalam demonstrasi untuk menentang perang AS – Vietnam.
“Dan malam ini, untuk kalian, masyarat Amerika Serikat yang mayoritas diam, saya meminta dukungan kalian,” kata Nixon.
Namun, istilah ini tidak bisa diartikan menjadi satu makna saja. Hal itu karena faktanya, ‘Silent Majority’ digunakan oleh beberapa orang dengan makna yang berbeda-beda pula.
Sebelum Nixon, pada tahun 1919, seorang politikus Bruce Barton memberikan istilah Silent Majority kepada Wapres AS, Calvin Coolidge. Barton memberikan pemahaman bahwa Coolidge adalah sosok yang tidak banyak bicara, namun ia hidup bersama masyarakat yang tidak banyak bersuara, bekerja dengan mereka, dan memahami mereka secara diam-diam.
Silent Majority kemudian diartikan sebagai istilah yang menggambarkan kelompok anti radikal, anti minoritas, dan berbudi luhur.
Lalu di abad ke-19, istilah Silent Majority pun digunakan untuk menggambarkan mereka yang sudah meninggal dunia.
Menanggapi makna yang cukup berbeda dengan sejarah yang tak sama pula, membuat istilah ini sangat luas diartikan, dan tidak bisa dipaksakan ke satu pengertian sempit saja.
Kalau Sobat Holopis, bagaimana mengartikan istilah Silent Majority?