JAKARTA, HOLOPIS.COM – Para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didukung oleh LSM dan aliansi masyarakat sipil dan anti korupsi menggelar kembali posko penggalangan dukungan, agar Presiden Joko Widodo turun tangan secara langsung dalam upaya pemecatan Novel Baswedan Cs karena dinyatakan tidak lolos dalam seleksi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai instrumen asesmen alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu elemen LSM dan masyarakat sipil yang hadir di posko tersebut adalah Public Virtue. Dalam orasinya, mereka mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk mau turun langsung menangani upaya pemecetan sejumlah pegawai KPK yang tidak lolos TWK itu.
“Sikap Presiden yang menyatakan ‘Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK menunjukkan seolah-olah pembatalan PHK 56 pegawal KPK tergantung putusan MA dan MK, Itu keliru,” kata juru bicara Public Virtue Yansen Dinata di depan gedung KPK lama, Jl HR Rasuna Said, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/9).
Menurut Yansen, keputusan dua badan yudikatif yakni Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) itu hanya menguji sah tidaknya norma pelaksanaan TWK di lingkungan institusi-institusi negara. Bukan tentang praktik penerapan TWK di KPK yang sudah dinilai menyimpang oleh Komnas HAM dan Ombudsman.
Selain Public Virtue, Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid juga hadir di tengah-tengah mereka. Ia juga menilai bahwa pemberhentian pegawai KPK merupakan gejala kemunduran yang menumpulkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Bagi Usman Hamid, para pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos dalam asesmen alih status pegawai menjadi ASN itu adalah orang-orang terbaik di lembaga antirasuah itu.
“Ke-56, pegawai KPK itu merupakan tenaga andalan KPK selama ini. Kami mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan keputusan pimpinan KPK yang ingin memberhentikan 56 pegawai tersebut,” kata Usman Hamid.