JAKARTA, HOLOPIS.COMPelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ALi Fikri membenarkan bahwa tim penyidik tengah mengagendakan untuk pemanggilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

Pemanggilan ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan sebagai saksi di dalam perkara kasus dugaan tindak pindana korupsi kasus jual beli lahan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, yang telah menyeret eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan (YRC) sebagai tersangka.

“Benar, tim penyidik mengagendakan pemanggilan saksi untuk tersangka YRC dan kawan-kawan,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Senin (20/9).

Ia pun menyebut, nama salah satu saksi untuk diperiksa adalah Anies Baswedan. “Di antaranya yaitu Anies Baswedan,” imbuhnya.

Dikatakan Ali, bahwa tim penyidik membutuhkan data dan keterangan yang lebih lengkap dengan memanggil para saksi tersebut. Sehingga kasus yang diduga merugikan keuangan negara itu bisa semakin jelas.

“Tentu atas dasar kebutuhan penyidikan ya, sehingga dari keterangan para saksi, perbuatan para tersangka tersebut bisa menjadi lebih jelas dan terang,” ujarnya.

Selain Anies Baswedan, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi juga diundang untuk memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Mereka berdua diagendakan untuk datang ke gedung merah putih pada hari Selasa 21 September 2021.

“KPK berharap kepada para saksi yang telah dipanggil patut oleh tim penyidik untuk dapat hadir sesuai dengan waktu yang disebutkan dalam surat panggilan dimaksud,” kata Ali.

Perlu diketahui, bahwa KPK telah menahan beberapa tersangka di dalam kasus jual beli lahan Munjul tersebut. Antara lain ; mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, kemudian Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur) Rudy Hartono Iskandar.

Tersangka selanjutnya adalah Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Lalu, ada satu lagi yang dijerat sebagai tersangka, yaitu korporasi atas nama PT Adonara Propertindo.

Mereka diduga terlibat korupsi pengadaan tanah di Pondok Rangon, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019. Kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 152,5 miliar.

Kemudian, KPK menyangka bahwa mereka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.