HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej kembali mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Terkait dengan hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pihaknya sudah sangat siap untuk menghadapi gugatan tersebut.
“Tentu kami siap hadapi bila memang tersangka dimaksud kembali ajukan praperadilan,” ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan resminya, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (4/1).
Kemudian, Ali juga mengatakan bahwa tim biro hukum KPK sudah siap menjawab semua dalil permohonan yang disampaikan oleh Eddy Hiariej dan tim kuasa hukumnya.
“KPK melalui Biro hukum akan jawab semua dalil permohonan dimaksud,” kata Ali menambahkan.
Dipastikan Ali, bahwa pihaknya sudah sesuai aturan dalam mengusut kasus dugaan rasuah yang menjerat yang Eddy Hiariej. Selain itu, penetapan Eddy Hiariej dan sejumlah pihak lainnya berdasarkan kecukupan alat bukti
“Setiap proses penyidikan perkara korupsi, kami pastikan KPK patuh pada ketentuan hukumnya termasuk ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka pasti berdasarkan kecukupan alat bukti dan prosedur yang benar,” tegas Ali.
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa Eddy Hiariej diketahui kembali mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana rencananya digelar 11 Januari. Pengajuan dilakukan setelah kubu mantan Wamenkumham itu mencabut gugatan praperadilan pada 20 Desember.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut secara resmi telah diumumkan, bahwa dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerima suap. KPK menduga Eddy menerima uang hingga Rp8 miliar melalui beberapa tahap untuk sejumlah keperluan yang melibatkan bos PT CLM, Helmut Hermawan.
KPK menduga penerimaan ini dilakukan Eddy melalui dua orang sebagai perwakilan dirinya. Mereka adalah pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana yang merupakan asisten pribadinya yang turut jadi tersangka dalam kasus ini.
Adapun dugaan penerimaan pertama terjadi setelah Eddy setuju memberikan konsultasi administrasi hukum umum sengketa kepemilikan PT CLM. Helmut saat itu disinyalir memberi uang sebesar Rp4 miliar.
Eddy selanjutnya diduga menerima Rp 3 miliar untuk menghentikan proses hukum yang melibatkan Helmut di Bareskrim Polri melalui penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Kemudian, Eddy diduga menggunakan kuasa sebagai Wamenkumham untuk membuka blokir PT CLM dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham. Terkait hal itu, Eddy diduga menerima uang Rp 1 miliar yang kemudian digunakan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).