HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menetapkan kebijakan terkait Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL). Kebijakan pajak rokok elektrik ini akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2024.

Adapun kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro menjelaskan tujuan diterbitkannya PMK yang didalamnya mengatur perihal pajak rokok, termasuk rokok elektrik adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok di Tanah Air.

“Tujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat,” kata Deni dalam keterangan tertulis yang dikutip Holopis.com, Sabtu (30/12).

Sebagaimana diketahui, nikotin yang terkandung pada rokok, termasuk rokok elektrik merupakan salah satu zat adiktif, yang dampaknya memicu efek ketergantungan bagi penggunanya

Adapun sejauh ini, pemerintah telah mengenakan cukai terhadap rokok elektrik di tahun 2018 lalu. Namun pada saat itu, pengenaan cukai tersebut belum serta merta dikenakan Pajak Rokok.

“Pemberlakuan Pajak Rokok Elektrik merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018,” jelas Deni

Deni pun menjelaskan, bahwa rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam UU tersebut, mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

“Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes),” tuturnya.

Adapun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 ini sebesar Rp1,75 triliun, atau sebesar 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.