JAKARTA, HOLOPIS.COM Pengamat kebangsaan, Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid menyatakan bahwa tidak ada ajaran agama yang mengajarkan tentang radikalisme, intoleran dan terorisme.

Ia menilai bahwa munculnya paham radikal, intoleran dan teror akibat seseorang yang salag dalam memahami ajaran agama.

Biasanya kata Habib Syakur, mereka yang sudah kadung terjerembab dalam pemahaman radikal, intoleran dan radikal adalah mereka yang sulit sekali diajak dialog terbuka. Mereka mengedepankan ego kelompok sehingga menganggap pendapat orang lain tidak perlu didengar.

“Kenapa paham radikal itu ada, karena mereka itu para pelaku radikal dan intoleransi itu lebih memikirkan egoisme dengan pemahaman-pemahaman yang salah,” kata Habib Syakur kepada wartawan, Selasa (14/9).

Kemudian, ia pun mengingatkan agar seluruh eleman masyarakat Indonesia untuk selalu berhati-hati dengan munculnya paham-paham radikal di era modern seperti saat ini. Terlebih lagi bagi mereka yang hanya menggunakan akses digital untuk mencari pelajaran spiritualitas.

Hal ini disampaikan Habib Syakur karena kelompok yang menganut pemahaman radikal, intoleran dan cenderung menghalalkan tindakan terorisme sudah menggunakan media digital untuk melakukan brainwash bahkan penjaringan anggota.

“Karena di era modern yang serba dimudahkan oleh dunia digital ini membuat orang egois akan meraih sesuatu. Hal ini justru berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok radikal,” jelasnya.

Radikalis salah artikan maka jihad

Lebih lanjut, Habib Syakur pun mengaku sangat menyayangkan munculnya kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang kerap menyalahi makna jihad. Padahal semua masyarakat juga bisa berjihad, yaitu berjihad untuk mewujudkan Indonesia yang damai, serta menumbuhkembangkan perekonomian.

“Posisi kita ini sebetulnya harus menyadari kita ini hidup, sama rata, sama rasa, sama tinggi. Jadi kesimpulannya radikalisme terjadi, intoleransi terjadi, karena banyaknya egoisme diri, pribadi-pribadi yang sangat subjektif dalam berbangsa dan bernegara,” jelasnya.

Ditekankan dia, jika para pelaku radikal itu benar-benar belajar tentang Pancasila, sebenarnya akan menemukan nilai-nila agama, asalkan tidak memaksa egoisme dalam pemahaman mereka.

“Pancasila dirumuskan oleh perumusnya, itu mengadopsi dari kita-kitab suci, zabur, taurat, injil dan Alquran. Itu kan mencakup nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang nilai keagamaan dalam berketuhanan yang maha esa,” jelasnya.

Terakhir, insiator Gerakan Nurani Kebangsaan ini berharap agar seluruh masyarakat untuk menghindari kegiatan sosial yang berbau keagamaan namun konten dakwahnya cenderung mengajak untuk melakukan tindakan ektrem dan intoleran dengan orang lain yang berbeda keyakinan dengannya. Karena kesadaran ini perlu dibangun dan ditularkan agar penyimpangan terhadap memaknai ajaran agama tidak semakin meluas.

“Seharusnya kegiatan-kegiatan agama yang menyimpang yang menjurus ke ekstrimisme dalam beragama itu bisa dihindari dengan kita mewujudkan kesadaran bahwa kita rakyat Indonesia bersatu untuk kebaikan bersama,” tukasnya.