JAKARTA, HOLOPIS.COM – Anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa’aduddin Djamal menilai, bahwa kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim yang membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terlalu terburu-buru.
Apalagi, dampak dari kebijakan tersebut pada akhirnya menuai kontra yang cukup banyak dari berbagai kalangan.
“Membubarkan BSNP terburu-buru dan memicu polemik karena kebijakan tersebut dinilai bisa berdampak buruk pada kualitas pendidikan di Indonesia,” kata Illiza dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Jumat (3/9).
Dengan hilangnya BSNP tersebut, ia khawatir jarum kompas pendidikan di Indonesia cenderung tak beraturan karena tidak memiliki lembaga yang bertugas khusus melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kualitas pendidikan dalam negeri.
“Pembubaran BSNP akan punya dampak terhadap sistem pendidikan nasional karena pengembangan dan evaluasi keterlaksanaan standar pendidikan sulit diukur objektivitasnya. Sebab badan pengganti BSNP tak lagi independen, justru menginduk pada Kemendikbudristek,” ujarnya.
Di sisi lain, keberadaan BSNP seharusnya lebih independen, tidak lagi berada di bawah Kementerian yang membidangi tentang pendidikan. Sehingga kebijakan Nadiem Makarim cenderung menyalahi regulasi yang ada.
“UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan pada Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas bahwa badan standarisasi harus mandiri dan tidak berada dibawah Kementerian manapun. Sebab itu pembubaran BSNP dinilai menyalahi Sisdiknas,” jelasnya.
Di sisi lain, jika melihat dari kedudukan hukumnya, justru pembubaran BSNP semakin terlihat salah ketika diintip dari funsgi keberadaan lembaga tersebut.
“BSNP dibentuk lewat PP Nomor 19 Tahun 2005. Dalam Pasal 22 ayat 1 PP mengamanatkan pembentukan badan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan,” papar Illiza.