HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) menyoroti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus mengalami pelemahan belakangan ini.

Menurutnya, pelemahan yang terjadi terhadap mata uang Garuda sepanjang sepekan lalu itu terjadi karena adanya sinyal kenaikan suku bunga di AS.

Dikatakan Chatib, Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan akan menaikkan suku bunganya atau Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 1 kali lagi tahun ini.

“Artinya FFR mungkin akan par dengan Bl rate. Dengan kondisi ini, ada resiko outflow dari Indonesia. Ini menjelaskan mengapa Rp melemah beberapa waktu terakhir,” kata Chatib dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com dari unggahan di akun Instagramnya, Senin (9/10).

Chatib lantas mengatakan, bahwa Bank Indonesia dalam menjaga rupiah tidak mungkin sepenuhnya mengadopsi floating exchange rate. Sebab depresiasi yang terlalu tajam dapat membuat exchange rate overshoot dan ada trauma krisis 1998.

Sebaliknya, BI juga tidak dapat menaikkan interest rate yang terlalu tinggi. Sebab, hal itu justru akan memukul growth atau pertumbuhan ekonomi.

“Bila BI ingin menjaga rupiah, maka opsinya adalah menaikkan bunga mengikuti FFR untuk menjaga paritas bunga, atau intervensi di FX market atau kombinasi keduanya. Dugaan saya saat ini yang dilalukan adalah intervensi FX market,” ujarnya.

Chatib melihat, BI akan cenderung mengambil langkah intervensi FX market, dengan menambah supply dollar dan menyerap rupiah, sehingga likuditas rupiah menjadi lebih ketat. Disaat yang sama, fiscal surplus yang terjadi juga membuat likuditas semakin ketat.

Dengan menjalankan langkah tersebut, Chatib melihat dampaknya merembet pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berpotensi melambat pada kuartal terakhir di tahun 2023 ini.

“Bila pelemahan rupiah terus berlangsung, maka BI mungkin akan menjalankan kembali policy mix: intervensi di FX market untuk menjaga volatilitas, menaikkan bunga, menerapkan macro prudential,” tuturnya.