HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ekonom dari Bank Mandiri, Andry Asmoro berbicara perihal aturan platform e-commerce berbasis media sosial (social commerce) yang dikeluarkan pemerintah baru-baru ini, dimana salah satunya melarang social commerce seperti TikTok Shop untuk beroperasi.
Andry mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan tambahan atau opsi lain terkait aturan social commerce jika memang tujuannya untuk melindungi keberadaan UMKM dan pedagang di pasar-pasar konvensional.
Adapun salah satu opsi yang dimaksud adalah dengan menerapkan mekanisme perpajakan yang lebih tinggi untuk transaksi di platform-platform e-commerce.
“Pajaknya lebih mahal saja, misalnya, kalau beli dari e-commerce dibandingkan offline,” kata Andry dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (26/9).
Di sisi lain, Andry juga mendorong penggunaan sosial media agar tetap ditekankan dengan skrining melalui pengawasan sistem administrasi.
Lebih lanjut, Andry juga mendorong adanya strategi tambahan di luar konteks larangan social commerce, mengingat minat berbelanja masyatakat Indonesia saat ini terbilang cukup tinggi.
“Perlu ada strategi lain juga di luar pro kontra ini. Perlu strategi yang konsisten memanfaatkan di mana situasi orang Indonesia hobi belanja,” ucap Andry.
Berdasarkan data Mandiri Spending Index, Andry mengungkap indeks belanja masyatakat Indonesia dari segi nominal dan frekuensi meningkat. Dia mengatakan, orang Indonesia paling banyak berbelanja makanan dan minuman. Kemudian baru berbelanja pakaian.
“Artinya melihat data ini perlu strategi kolaborasi dari pemerintah dan pengusaha UMKM. Kan ada libur panjang, bagaimana menyiapkan program menyeluruh dengan pemerintah daerah. Buat Jakarta Great Sale atau Tanah Abang Great Sale misalnya supaya bisa bersaing dengan e-commerce,” tukasnya.
Sebagaimana diberitakan Holopis.com sebelumnya, pemerintah telah melarang sosial commerce seperti TikTok Shop untuk beroperasi. Larangan itu tertuang dalam revisi Permendag 50 Tahun 2020.
Dalam revisi Permendag tersebut, platform media sosial hanya hanya diperbolehkan untuk melakukan promosi atau iklan barang dan jasa, tanpa adanya transaksi di dalamnya.
“Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Promosi barang atau jasa. Tidak boleh transaksi langsung bayar langsung nggak boleh lagi dia hanya boleh untuk promosi seperti TV ya,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas, Senin (25/9).