HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menikah adalah sesuatu yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Sebab dengan menikah, maka seseorang akan bisa berkembang biak dan melahirkan generasi-generasi baru umat manusia.

Kesunnahan menikah ini tersampaikan oleh Rasulullah SAW melalui riwayat hadist dari Ibnu Majah, yang berbunyi ;

النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِى فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Latin : Annikahu min sunnatii faman-lam ya’mal bisunnatii falaysaminni, watazawwahyy fainni mukattsirun-bikumul ammam.

Artinya ; Nikah itu sunnahku.. siapa yang tidak mengamalkan sunahku, bukan bagian dariku. Menikahlah, karena saya merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh umat.” (HR. Ibnu Majah 1919 dan dihasankan al-Albani).

Di dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 1 juga menerangkan bahwa kodrat manusia adalah berpasang-pasangan, yakni laki-laki dan perempuan. Dengan satu tujuan utama yakni memiliki keturunan.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Latin : Yā ayyuhan-nāsuttaqū rabbakumul-lażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa minhā zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīraw wa nisā’ā(n), wattaqullāhal-lażī tasā’alūna bihī wal-arḥām(a), innallāha kāna ‘alaikum raqībā(n).

Artinya ; Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Batasan Poligami (Menikah lebih dari 1 perempuan)

Dalam Islam, batasan memiliki istri adalah 4 (empat) orang. Pun diizinkan menikah lebih dari 1 orang atau dengan batasan 4 orang perempuan, berpoligami tentu ada standar bakunya, yakni kemampuan seorang laki-laki untuk berbuat adil baik jasmani maupun rohani. Jika kamu merasa tidak bisa berbuat adil, maka sebaiknya menikahlah dengan satu perempuan saja.

Hal ini sesuai dengan salah satu Firman Allah SWT yang membatasi maksimal istri, yakni termaktub di dalam Alquran surat An-Nisa ayat 3, yang berbunyi ;

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Latin : Wa in khiftum allā tuqsiṭū fil-yatāmā fankiḥū mā ṭāba lakum minan-nisā’i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā‘(a), fa in khiftum allā ta‘dilū fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta‘ūlū.

Artinya ; Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.

Kategori Wanita yang Haram Dinikahi

Setelah mengetahui dasar dari berpoligami, ada hal yang tidak boleh dilewatkan untuk dipahami, bahwa Islam mengatur semua kehidupan manusia termasuk persoalan asmara dan hubungan suami istri.

Seperti dimaktubkan di dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 23 dan 24, diterangkan bahwa ada jenis-jenis perempuan yang tidak boleh atau haram dinikahi di dalam Islam. Antara lain ;

1. Ibu kandung,
2. Anak perempuan kandung,
3. Saudara perempuan yang sedarah,
4. Saudara perempuan dari ayah,
5. Saudara perempuan dari ibu,
6. Keponakan perempuan,
7. Sepupu perempuan,
8. Ibu persusuan,
9. Saudara perempuan sepersusuan,
10. Ibu mertua,
11. Anak perempuan tiri,
12. Ibu besan,
13. Saudara kandung istri,
14. Perempuan bersuami sah.

Sehingga dengan demikian, selain kategori wanita yang disebutkan di atas, maka kamu boleh menikahinya dengan syarat, mendapatkan izin dari tuan atau orang tua maupun walinya, kemudian memberikan mahar terbaik sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan bersama, dan berlakukan istri dengan sebaik-baiknya.