HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut saudara perempuan dari pendiri Wilmar Group Martua Sitorus, Thio Ida, tidak pernah menghadiri panggilan pemeriksaan selama proses pengusutan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Yang mana kasus tersebut menjerat mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo.
Thio Ida disebut kerap mangkir tanpa alasan yang jelas.
“(Saksi Thio Ida) Belum, belum (pernah hadir pemeriksaan),” ungkap Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, di kantornya, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (22/9) malam.
Tercatat, Thio Ida pernah dijadwalkan diperiksa pada Jumat (26/5), namun tak hadir alias mangkir. Atas ketidakhadiran itu, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan Thio Ida pada Senin (29/5). Namun, Thio Ida saat itu kembali mangkir.
KPK sempat geram atas sikap Thio Ida tersebut. Bahkan lembaga antikorupsi sempat meminta Thio Ida bersikap koperatif.
Kini, kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU yang menjerat terdakwa Rafael Alun sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tim jaksa penuntut umum KPK telah mendakwa Rafael menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dan TPPU.
Dalam surat dakwaan jaksa, jaksa menyebut salah satu penerimaan uang kepada Rafel. Yakni senilai Rp 6 miliar dari PT Cahaya Kalbar, salah satu perusahaan dari Wilmar Group.
Menurut Ali, jaksa dimungkinkan mengadirkan Thio Ida dalam persidangan, meski yang bersangkutan belum pernah hadir saat pemeriksaan saksi saat proses penyidikan Rafel bergulir.
“Ya nanti kebutuhan proses persidangan, jaksa kalau membutuhkan keterangan dia (Thio Ida) tanpa harus diperiksa dalam proses pemberkasan bisa dipanggil (dalam persidangan),” kata Ali.
Terlebih, jika keterangan Thio Ida dibutuhkan dan berkaitan dengan surat dakwaan dan fakta-fakta yang telah dikantongi. Ali merespon diplomatis saat disinggung soal dugaan keterkaitan Thio Ida dengan pemberian uang Rp 6 miliar kepada Rafel itu.
“Ya jaksa kan akan membuktikan fakta-fakta didalam surat dakwaan, ya relevansinya adalah fakta-fakta yang sudah tercantumkan dalam surat dakwaan apakah nanti dibutuhkan atau tidak (kesaksian Thio Ida) disitu, kalau kemudian nanti dia (jaksa) perlu pasti dihadirkan siapa pun yang berkenaan dengan proses pembuktian oleh jaksa,” ujar Ali.
Jaksa juga tak akan kehabisan akal untuk membuktikan dugaan aliran uang tersebut jika nantinya Thio Ida kembali mangkir dari panggilan saksi persidangan. Kata Ali, jaksa akan menggali fakta-fakta terkait hal itu dari saksi lain.
“Tetapi jaksa juga bisa menilai informasinya bisa diterima ataupun diperoleh dari saksi lain, sehingga fakta-fakta dalam surat dakwaan itu terbukti, itu kan teknis,” tandas Ali.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur sebelumnya tak menampik jika pihaknya membuka peluang mengembangkan penerimaan uang Rafael Alun Trisambodo dari sejumlah pihak ke arah pidana suap. Tak terkecuali dugaan penerimaan uang Rp 6 miliar dari PT Cahaya Kalbar, salah satu perusahaan dari Wilmar Group. Arah pengembangan ke pidana suap itu sejurus dengan bergulir dan terungkapnya fakta sidang perkara tersebut.
“Jadi kita lihat dari masing-masing saksi ini (jika) ternyata ditemukan perkara baru tentu akan kita tangani perkara tersebut (pidana suap),” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur kepada wartawan, di gedung KPK, Jakarta.
Terkait perkembangan persidangan gratifikasi dan TPPU Rafel, nantinya akan dilaporkan tim penuntut umum kepada pimpinan KPK.
“Karena itu terkait dengan perkembangan penyidikan termasuk fakta-fakta persidangan yang diterangkan oleh saksi-saksi, nanti kita lihat bagaimana perkembangan persidangan tersebut dari laporan jaksa penuntut umum,” ucap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Diketahui, dugaan penerimaan uang senilai Rp 6 miliar dari PT Cahaya Kalbar itu terjadi sekitar bulan Juli 2010 bertempat di Gedung ABDA, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 59 Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam dakwaan, PT Cahaya Kalbar Tbk yang merupakan salah satu perusahaan dari Wilmar Group disebut menjadi wajib pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta.
Diketahui, perusahaan tersebut bergerak dalam bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak nabati spesialitas. Martua Sitorus dikabarkan duduk sebagai komisaris perusahaan tersebut.
“Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 6.000.000.000 yang disamarkan dalam pembelian tanah dan bangunan di Perumahan Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kav 112 Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat oleh Jinnawati selaku Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar yang merupakan salah satu perusahaan dari Wilmar Group yang menjadi wajib pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta,” kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/8).