HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo dilanjutkan ke tahap pemeriksaan dan pembuktikan. Hal itu menyusul ditolaknya eksepsi atau nota keberatan terdakwa Rafael atas surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Memerintahkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan,” ungkap ketua majelis hakim, Suparman Nyompa dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Senin (18/9).
Rafael Alun sebelumnya mengajukan eksepsi yang pada pokoknya menolak dakwaan jaksa penuntut umum KPK. Atas eksepsi itu, tim jaksa KPK juga telah menjawab keberatan tersebut.
Atas sejumlah keberatan yang disampaikan Rafael Alun, majelis hakim menilai keberatan itu tidak dapat diterima lantaran tidak beralasan hukum. Contohnya terkait posisi Rafael Alun sebagai Aparatur Sipil Negara yang jika diduga melakukan pelanggaran atas kewajiban atau tugasnya maka terlebih dahulu diperiksa oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta diuji dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hal itu sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan laporan terhadap adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat berwenang tidak seharusnya diperiksa melalui proses pidana.
“Bahwa hemat majelis hakim alasan keberatan penasihat hukum terdakwa tersebut tidak dapat diterima karena Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menjadi keberatan berbeda ruang lingkupnya dengan tindak pidana korupsi yang diuraikan penuntut umum dalam surat dakwaannya,” ujar hakim Suparman.
Menerut majelis hakim, surat dakwaan yang disusun Jaksa KPK sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Atas dasar itu, majelis hakim tidak menerima eksepsi Rafael Alun.
“Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” ucap hakim Suparman.
Rafael Alun Trisambodo sebelumnya didakwa menerima gratifikasi bersama-sama istrinya Ernie Meike Torondek dengan total Rp 16.644.806.137. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Rafael Alun Trisambodo yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Modus penerimaan gratifikasi melalui sejumlah perusahaan. Dalam surat dakwaan, Ernie Meike Torondek disebut komisaris dan pemegang saham PT Artha Mega Ekadhana, PT Cubes Consulting dan PT Bukit Hijau Asri. Menurut Jaksa, penerimaan gratifikasi itu melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
“Bahwa Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 16.644.806.137 melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo,” kata Jaksa, Arif Rahman Irsyadi.
Berikut penerimaan gratifikasi Rafael Alun bersama istri dari sejumlah perusahaan;
1. Penerimaan dari sejumlah wajib pajak melalui PT Artha Mega Ekadhana senilai Rp 1.641.503.466.
2. Melalui PT Cubes Consulting, menerima pendapatan atas jasa operasional perusahaan yang tidak dilaporkan dalam LHKPN sejumlah Rp 4.443.302.671.
3. Penerimaan dari wajib pajak PT Cahaya Kalbar sejumlah Rp 6.000.000.000.
4. Penerimaan dari wajib pajak PT Krisna Bali International Cargo sejumlah Rp 2.000.000.000 miliar dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra.
“Bahwa perbuatan Terdakwa Rafael Alun Trisambodo bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek yang menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sebesar Rp 16.644.806.137 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa,” jelas Jaksa.
Penerimaan gratifikasi itu dinilai berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Rafael Alun bersama-sama sang istri disebut mendirikan perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.
Adapun, perusahaan yang didirikan yakni PT Artha Mega Ekadhana (ARME) pada tahun 2002, PT Cubes Consulting pada 2008 dan PT Bukit Hijau Asri yang membidangi pembangunan dan konstruksi di tahun 2012.
Berdasarkan Akta Nomor 52 dari Notaris Setiawan tanggal 22 April 2002, Ernie Meike Torondek ditempatkan sebagai komisaris utama.
“Di mana salah satu bidang usahanya adalah jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak. Namun dalam operasionalnya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut Ujeng Arsatoko yang memiliki nomor register konsultan pajak, sehingga bisa mewakili klien dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak,” ujar jaksa.
Atas perbuatannya Rafael Alun didakwa Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Selain gratifikasi, Rafael Alun juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pencucian uang tersebut patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan penerimaan gratifikasi.
Modus TPPU itu di antaranya menempatkan modal ke PT Statika Kensa Prima Citra (SKPC) sebesar Rp 315.000.000, mentransfer uang Rp 5.152.000.000 ke rekening Agustinus Ranto Prasetyo, menempatkan uang Rp 1.175.711.882 yang berasal dari keuntungan usahanya di PT SKPC ke rekening Agustinus Ranto Prasetyo serta menempatkan SGD 2.098.365 dan USD 937.900 di Safe Deposit Box.
Selain itu, membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang di antaranya, pembelian sejumlah tanah dan bangunan di sejumlah daerah, pembelian sejumlah kendraan roda empat dan dua hingga pembelian sejumlah tas mewah dengan merek ternama.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke Luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan. Dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,” ujar Jaksa.
Atas dugaan tersebut Rafael Alun didakwa atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.