HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe turut menyeret nama pihak swasta, Ary Mulyadi. Hal itu mengemuka lantaran nama Ary Mulyadi masuk salah satu pihak yang dijadwalkan diperiksa tim penyidik KPK terkait kasus yang menjerat Lukas itu pada hari ini, Senin (18/9).
Selain Ari Muladi, tim penyidik juga turut mengagendakan pemeriksaan seorang PNS bernama Fernando Aratanio Rinto Nurak. Sama seperti Ari Muladi, keduanya juga diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
“Pemanggilan dan pemeriksaan terkait penyidikan perkara dugaan TPPU dengan Tersangka LE (Lukas Enembe),” ucap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com.
Untuk diketahui, Ari Muladi merupakan mantan narapidana atas percobaan penyuapan terhadap pimpinan KPK era Bibit Samad Riyanto yang dilakukan pengusaha Anggodo Widjojo. Dalam kasus ini Ari Muladi divonis 5 tahun penjara.
Namun, belum diketahui keterkaitan Ary Muladi dalam kasus dugaan pencucian uang yang menjerat Lukas ini. Yang jelas, pemeriksaan terhadap Ary Muladi terkait pemberkasan penyidikan kasus yang menjerat Lukas.
KPK hingga kini terus mendalami dugaan pencucian uang yang dilakukan Lukas. Sejauh ini, KPK telah menyita 27 aset milik Lukas. Di antaranya uang senilai Rp81.628.693.000; 5.100 dolar Amerika; dan 26.300 dolar Singapura; aset berupa tanah dan bangunan; serta logam mulia.
Adapun pengusutan dugaan pencucian uang ini merupakan pengembangan atas kasus suap dan gratifikasi yang lebih dahulu menjerat Lukas. Dalam kasus suap, Lukas diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Sementara gratifikasi diduga diberikan pihak swasta lain agar mendapat proyek di Papua.
Kasus suap dan gratifikasi itu sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Teranyar, Lukas dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman 10 tahun dan 6 bulan atau 10,5 tahun penjara. Lukas juga dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, Lukas juga dituntut denga pidana tambahan terhadap Lukas Enembe berupa pencabutan hak politik dan membayar uang pengganti sebesar Rp 47.833.485.350 (Rp 47,8 miliar) subsider 3 tahun kurungan.
Tuntutan itu diberikan lantaran jaksa meyakini Lukas terbukti bersalah telah menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek infrastruktur di daerahnya.
Jaksa meyakini Lukas terbukti menerima suap senilai Rp 45,8 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 1,9 miliar.
Menurut jaksa, perbuatan Lukas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor.