HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sebuah kegiatan prewedding (prewed) yang berujung terbakarnya rumput kering di Bukit Teletubbies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) membuat geram Roy Suryo.
Pakar telematika yang juga fotografer senior sekaligus anggota Himpunan Seni Foto Amatir (HISFA) ini menilai bahwa apa yang dilakukan di dalam kegiatan fotografi prewedding tersebut adalah sebuah tindakan yang konyol.
“Selaku Fotografer Senior Anggota HISFA, Mantan Dosen Fotografi di UGM dan ISI Jogja, saya sangat mengecam tindakan konyol yang dilakukan oleh WO / Wedding Organizer bersama fotografer dan pasangan calon pengantin yang telah mengakibatkan Kebakaran di Bukit Teletubbies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) kemarin,” kata Roy dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Jumat (8/9).
Apalagi penggunaan flare di acara tersebut adalah sebuah pilihan yang sangat berisiko terjadinya kebakaran. Sebab, kegiatan prewed tersebut dilakukan di area yang memiliki lahan savana yang mudah terbakar.
“Tindakan yang mereka lakukan sangat-sangat ceroboh dan, maaf, bodoh. Sebab sebenarnya kejadian tersebut sama sekali tidak perlu terjadi musibah kebakaran, bahkan tidak perlu menggunakan perangkat pembuat asap dan api (flare) sungguhan yang berbahaya,” ujarnya.
Jika memang nilai estetika yang didapat dengan asap flare di area tersebut, Roy menilai seharusnya bisa dilakukan dengan cara yang cerdas, yakni melakukan manipulasi gambar agar semua hal yang berakibat fatal bisa dihindari semaksimal mungkin.
“Kalau hanya ingin berfoto dengan background asap dan api, sebenarnya mereka cukup foto-foto atau pose-pose saja di lokasi, dan selanjutnya diedit melalui komputer, misalnya menggunakan program Adobe Photoshop,” tutur Roy.
“Bahkan kalau mau lebih praktis dan murah lagi, mereka cukup foto-foto di studio dengan latar belakang polos yang nantinya diganti dengan foto nyala flare yang bisa didapatkan dari hasil foto di tempat aman, atau menggunakan library yang banyak tersedia,” sambungnya.
Yang cukup disayangkan, mengapa opsi lokasi tersebut yang dipilih. Apalagi kegiatan yang dinilainya cukup ekstrim tersebut menggunakan kawasan konservasi alam yang dilindungi.
“Jadi inilah kekonyolan yang sangat berharga mahal, di samping hasilnya tidak sesuai harapan, hutan di TNBTS menjadi korbannya, sekaligus masyarakat yang kini untuk waktu yang belum bisa ditentukan tidak bisa ke lokasi tersebut,” tandasnya.
Baca selengkapnya di halaman kedua.