JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pasca kelompok Taliban menguasai Afghanistan dan memaksa pemerintahan negara tersebut kocar-kacir, hingga munculnya sikap simpati dari kelompok di Indonesia terhadap peristiwa tersebut membuat banyak kalangan bertanya-tanya, apakah sebenarnya yang kemungkinan terjadi.
Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai, bahwa semua pihak khususnya di Indonesia yang mendukung Taliban terbelah menjadi dua faktor, yakni hanya karena mereka kontra dengan pemerintahan saat ini, dan kelompok karena memang memiliki faktor basis ideologi yang sama dengan Taliban.
Dan menurut Stanislaus, kelompok karena faktor ideologis ini sebenarnya yang cukup perlu diwaspadai.
“Dasarnya saya lihat memang dua hal, karena mereka ada benih kontra dengan pemerintah, dan mereka memang ada garis ideologi yang sama,” kata Stanislaus kepada wartawan melalui sambungan pesan instan, Senin (23/8).
Lantas apakah Taliban akan benar-benar memenuhi janji untuk menciptakan perdamaian dan perlindungan kepada anak-anak dan perempuan di Afghanistan. Alumni Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) itu menilai, bahwa tabiat Taliban tetap sama dengan Taliban sebelumnya.
Sekalipun ada wacana akan merubah paradigma Taliban dengan wujud neo-Taliban, Stanislaus tak yakin ada perubahan signifikan.
“Saya melihat Taliban tetap Taliban, berubahnya Taliban menjadi Neo Taliban patut diduga itu adalah desepsi, suatu taktik supaya mereka diterima oleh internasional,” ujarnya.
Dijelaskan Stanislaus, bahwa berkuasanya Taliban di Afganistan sejauh ini masih bersifat sementara, walaupun Taliban belum ada usaha untuk mencapai kekuasaan global alias hanya terbatas pada wilayah negara Afganistan saja, namun perubahan kekuasaan ini bisa menjadi pemicu atau trigger bagi kelompok garis keras di negara lain termasuk di Indonesia untuk bangkit dan mewujudkan cita-citanya.
“Ini yang harus diwaspadai karana di Indonesia sudah nampak adanya euforia dukungan terhadap Taliban,” terangnya.