HOLOPIS.COM, JAKARTA – Fenomena anak pejabat atau pengusaha kaya yang memiliki sifat arogan memang sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat. Apalagi sejak awal tahun ini, masyarakat sedang dihebohkan dengan kasus seorang anak pejabat yang melakukan penganiayaan karena masalah sepele.
Kejadian-kejadian ini lah yang membuat masyarakat memiliki pandangan khusus tentang kenakalan remaja yang memiliki latar belakang ber-privilege.
Namun, bagaimana pendapat psikolog terkait kenakalan atau kesombongan pada seorang anak dengan latar belakang orang tua dengan kedudukan? Apakah kesuksesan orang tua selalu berdampak buruk terhadap kerendahan hati anak-anaknya?
Psikolog Klinis Sri Mulyani Nasution mengatakan kesombongan pada anak memang biasanya ditiru dari orang tuanya. Apalagi dari orang tua yang merasa memiliki kelebihan spesial dari orang lain.
“Kesombongan itu biasanya ditiru anak dari orangtuanya. Orangtua yang merasa memiliki kelebihan dari orang lain bisa saja menjadi sombong, dan merendahkan orang lain,” kata Sri Mulyani, kepada Holopis.com, Selasa (29/8).
Karena perilaku negatif orang tua itulah, anak-anak biasanya bisa meniru. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ini dinamakan tindakan imitasi.
“Perilaku ini akan dicontoh oleh anak. Dalam Psikologi, ini dinamakan imitasi atau social learning,” jelasnya.
Meskipun anak pejabat biasanya dinilai lebih sering memiliki sifat arogan, Sri Mulyani menekankan tidak ada perbedaan sifat sombong antara anak pejabat atau orang tua yang memiliki privilege sebagai pengusaha sukses.
Hal itu karena kepribadian seseorang tetap ditentukan oleh pribadinya sendiri. Namun, memang cenderung ada perbedaan antara anak pejabat di masa lampau dibandingkan sekarang.
“Kalau jaman dulu bisa saja anak pejabat lebih sombong, karena jadi pejabat memiliki privilege yang lebih besar, namun untuk saat ini tidak sebesar itu,” jelasnya.
Ada Faktor yang Bisa Mengubah Sifat Arogan Pada Remaja yang Punya Privilege
Meski demikian, Sri Mulyani menjelaskan ada faktor-faktor yang bisa mengubah sifat arogan pada remaja. Misalnya dari lingkungan pendidikan yang berbeda, atau sebuah peristiwa besar.
“Lingkungan pendidikan dan lingkungan sosial yang dimasuki dapat mengubah anak menjadi lebih down to earth, atau apabila seorang anak mengalami peristiwa yang memberinya pelajaran agar tidak sombong,” katanya.
Bekal ilmu agama yang kuat juga bisa membuat seorang anak tak lagi sombong dan belajar dari kesalahannya.
“Kenalkan dengan situasi sosial yang adal. Beri bekal ilmu agama yang kuat, dan biarkan bertumbuh dalam lingkunan yang mengajarkannya empati,” pungkasnya.