HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dr Keith Wolverson, seorang dokter umum yang diskors akibat meminta seorang wanita Muslim untuk melepas cadarnya pada beberapa tahun yang lalu, telah diizinkan untuk kembali bekerja dengan petugas penanggung jawab yang memantaunya di tengah kekurangan staf Dinas Kesehatan Nasional (NHS).
Diketahui, Dr Keith Wolverson yang bekerja di Rumah Sakit Universitas Royal Stoke meminta seorang pasien untuk melepas cadarnya tiga kali karena dia tidak dapat mendengarnya menjelaskan gejala putrinya.
Oleh karena perbuatannya tersebut, ia pun diskors selama sembilan bulan setelah dinyatakan bersalah dan mengakui 17 total tuduhan pelanggaran terkait insiden antara Januari dan Mei 2018.
Dokter umum tersebut akan diberi petugas petugas penanggung jawab yang akan memastikan bahwa ia memenuhi standar medis tertentu serta reporter tempat kerja yang akan memberi mereka umpan balik tentang perilakunya secara reguler.
Pada sidang peninjauan baru, Dr Wolverson mengatakan bahwa selama bertahun-tahun dia terus berlatih sebelum masa skorsnya, dia tidak meminta pasien lain untuk melepaskan cadar mereka dan mengatakan bahwa tidak ada pengulangan kesalahan.
Sejak penangguhannya pada Oktober 2022, dia mengatakan telah merenungkan insiden tersebut, telah mempertimbangkan bagaimana dia akan menangani situasi serupa secara berbeda dan sangat menyesali komentar yang dia buat dalam catatan medis pasien.
“Akan sepenuhnya salah untuk mempertahankan penangguhan dan melarang seorang dokter lebih jauh dari melakukan tugasnya kepada pasiennya ketika ada kekurangan (staf medis) yang parah dalam NHS saat ini,” ujar Wolverson dalam sidang pengadilan, seperti dikutip Holopis.com, Senin (21/8).
Dr Wolverson pun kembali mengatakan bahwa ia telah melakukan pelatihan tentang etika Medis, Kejujuran dan Kesopanan.
Dalam putusan barunya, pengadilan menyatakan bahwa dia menerima gravitasi dan temuan Pengadilan tetapi tidak menerima bahwa dia tidak jujur.
Pengadilan terkejut bahwa Dr Wolverson tidak memfokuskan perbaikannya dengan melakukan kursus apa pun tentang keanekaragaman budaya.
Pengadilan mencatat bahwa Dr Wolverson menjelaskan bahwa dia telah mengikuti kursus wawasan dan menjelaskan bagaimana dia telah mengubah praktiknya sehubungan dengan pasien yang memakai cadar.
“Namun, ketika ditanyai, Dr Wolverson tidak dapat mengartikulasikan bagaimana dia mempraktikkan pembelajarannya,” ucap pengadilan.
Pengadilan memutuskan bahwa Dr Wolverson tidak memberikan bukti peningkatan wawasan tentang tindakannya ke tingkat yang memadai, sehingga kemampuannya untuk praktik tetap terganggu karena kesalahannya.
Pengadilan pun memutuskan untuk tidak memperpanjang penangguhannya tetapi memberlakukan ketentuan pada pendaftarannya selama 12 bulan berikutnya.