HOLOPIS.COM, JAKARTA – Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, Ngasiman Djoyonegoro (Simon) memberikan respons terkait dengan materi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan MPR RI.
Menurutnya, konten pidato Kepala Negara Republik Indonesia tersebut bisa dimaknai sebagai bentuk peletakan dan penegasan fondasi transisi kepemimpinan di tengah tahun politik.
Selain menyampaikan berbagai keberhasilan kinerja Pemerintahan, Presiden juga menyampaikan dan menyinggung soal estafet kepemimpinan nasional.
“Pidato kenegaraan Presiden kali ini diwarnai dengan kesadaran bahwa pemerintahannya akan segera berakhir dan pemimpin di masa mendatang harus berpijak pada hal ke-kini-an dan ke-disini-an. Penegasan bahwa dia tidak cawe-cawe dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menolak disebut ‘Pak Lurah’ merupakan bentuk sikap proporsional dari seorang kepala negara,” kata Simon kepada Holopis.com, Rabu (16/8).
Dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, apa yang disampaikan oleh Presiden ini adalah bentuk optimisme dalam melihat masa depan serta menyebut hal yang perlu diperhatikan untuk diantisipasi.
Menurutnya, Presiden Jokowi telah menyinggung soal merebaknya ekspresi ujaran kebencian yang menyerang pribadi Presiden dalam balutan kritik.
“Adalah penting untuk mengidentifikasi bahwa ekspresi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat. Karenanya hal ini perlu diantisipasi sejak awal,” ujarnya.
Apalagi jika menilik kembali peristiwa sosial politik dari Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019 yang lalu. Dimana ujaran kebencian antara pendukung pasangan calon telah berhasil membelah masyarakat. Untungnya, hal ini tidak berlanjut pada konflik yang lebih serius.
“Aparatus di bidang pertahanan dan Keamanan harus menangkap hal ini sebagai arena kerja yang perlu diperhatikan karena telah disebut secara spesifik oleh Presiden dalam pidatonya,” tandasnya.
Lebih lanjut, Simon pun menuturkan bahwa banyak aspek yang disinggung oleh Presiden Jokowi dalam pidati laporan tahunan pemerintahan Kabinet Indonesia Maju tersebut. Mulai dari ; keberhasilan ekonomi, hilirisasi, penegakan hukum dan diplomasi internasional. Semua keberhasilan itu sebagai modal transisi kepemimpinan.
“Keberhasilan dalam naiknya level diplomasi internasional adalah modal yang sangat besar untuk menjaga posisi Indonesia dalam geopolitik yang semakin memanas,” ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman kedua.