HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo, Elvano Hatorangan tidak membatah menerima uang dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan. Diduga uang yang diterima sekitar Rp 2,4 miliar.
Elvano Hatorangan mengakui penerimaan uang itu saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara perkara BTS 4G Bakti Kominfo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/8). Elvano dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate; Direktur Utama (Dirut) Bakti Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto. Diketahui, Irwan Hermawan saat ini telah menyandang status terdakwa dalam perkara BTS 4G.
“Saudara terima uang dari Irwan Hermawan atas perintah Anang Latief. Anang ada ngomong dengan saudara tentang uang itu?” tanya Ketua Majelis Hakim, Fahzal Henri, seperti dikutip Holopis.com.
“Setelah diberikan oleh pak Irwan baru saya konfirmasi ke pak Anang, pak Anang jawab ‘ya itu untuk saya’,” jawab Elvano.
Hakim Fahzal lantas mempertanyakan kembali soal pemberian uang tersebut untuk pribadi Elvano sebagai PPK. “Untuk PPK? Kamu melaksanakan tugas sebagai PPK?” cecar hakim Fahzal.
“Saya tidak tahu Yang Mulia. Pokoknya waktu itu hanya disampaikan seperti itu,” kata Elvano.
Hakim Fahzal juga mempertanyakan pengunaan uang Rp 2,4 miliar oleh Elvano. Elvano mengaku uang yang diterimanya itu kemudian digunakan untuk membeli kendaraan roda 4 dan dua kendaraan roda 2.
“Pada saat 2022 saya belikan beberapa aset kendaraan mobil dan motor,” kata Elvano.
Mobil baru yang dibeli Elvano adalah Mobil Honda HRV yang harganya sekitar Rp400 juta. Elvano juga membeli dua motor besar.
“Rp 400-an (harga pembelian Mobil Honda HRV),” ucap Elvano.
“Masih ada mobilnya?” tanya hakim Fahzal.
“Sudah saya serahkan ke penyidik dan sudah sita,” kata Elvano.
Menurut Elvano, harga motor tersebut Rp 600 juta. Kemudian, motor lain yang dibelinya adalah adalah Ducati seharga Rp 300 juta.
“Satu kendaraan lagi motor trail. Motor besar gitu Yang Mulia,” kata Elvano.
Dari pembelian kendaraan roda empat dan dua itu, tersisa uang sekitar Rp 1,1 miliar. Menurut Elvano, sisa uang itu digunakannya untuk membayar cicilan rumah.
“Kemana Rp 1,1 miliar lagi?” cecar Hakim Fahzal.
“Saya gunakan untuk cicilan rumah di Lebak Bulus,” jawab Elvano.
Kata Elvano, pembelian rumah senilai Rp 6 miliar itu terjadi pada tahun 2020 dengan kredit. Saat ini cicilan rumah telah lunas.
“Kredit,” ujar Elvano.
“Duitnya banyak itu, dapat dari mana saja?” cecar Hakim Fahzal.
“Pertama dari tabungan saya selama 10 tahun bekerja, memang selama saya bekerja beberapa kali dikasih pak Anang juga,” ucap Elvano.
“Berapa total uang dari pak Anang?” tanya Hakim.
“Kalau ditotal total dari dulu kemungkinan capai Rp 7 m (miliar),” jawab Elvano.
Ironinya, Elvano selaku PPK yang turut kecipratan uang itu mengaku tak mengetahui progres pembangunan proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5.
“Gimana sekarang sudah bulan Agustus pulak 2023. Bagaimana yang tahun anggaran 2022 itu? selesai ndak tuh yang 4200 (menara BTS) ?,” cecar Hakim Fahzal.
“Update-nya saya kurang tahu yang Mulia,” kata Elvano.
Pengakuan tersebut membuat Hakim Fahzal heran. Hakim Fahzal tidak habis pikir seorang PPK tidak mengetahui perkembangan proyek yang dikerjakan.
Elvano berdalih ketidaktahuannya mengenai perkembangan proyek BTS 4 G itu lantaran sudah tidak menjadi PPK sejak 2022.
“Berhenti pun saudara PPK, tapi kan pekerjaan saudara yang dipertanggung jawabkan! itu kan sebagai PPK saudara, bukan pribadi saudara!. Saudara berhenti jadi PPK, enggak PPK lagi, terus saudara ‘oh saya kan bukan PPK lagi, enggak bisa dituntut-tuntut enggak ada! bisa! siapa bilang begitu?,” cetus Hakim Fahzal.
Hakim Fahzal kemudian kembali mempertanyakan perkembangan proyek BTS itu kepada Elvano. Menurut Elvano proyek triliunan rupiah itu tidak selesai.
“Infonya belum selesai juga,” kata Elvano.
“Heleh heleh selesailah saudara!,” ungkap Hakim mersepon pengakuan Elvano.
Lantas Hakim Fahzal menyingung status PPK yang masih didudukan sebagai saksi itu kepada Direktur Penuntut Umum (Dirtut) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Hendro Dewanto yang duduk di jajaran JPU.
“Haduh, gimana ini orang penuntut umum? saya tanya, penuntut umum saja juru bicaranya, Pak Dirtut saya tanya, gimana itu? ini PPK ini sebagai saksi sampai sekarang?,” tanya Hakim Fahzal.
“Kami akan tindak lanjuti sesuai fakta persidangan yang ada,” jawab Hendro.
“Iya, kalau yang kayak begini, jangan ini (menunjuk Jhonny Plate, Anang Latif dan Yohan Suyanto) saja yang diajukan (sebagai terdakwa),” tegas Hakim Fahzal menimpali.
“Saya bukan menyuruh orang untuk menganu-anu (proses hukum), tidak. jelas itu kan kerjanya itu enggak ada tanggung jawab,” ungkap Hakim Fahzal menambahkan.
Dengan tegas, Hakim Fahzal meminta pihak penegak hukum untuk tidak tebang pilih dalam memproses pelaku yang diduga turut serta membuat kerugian negara dalam proyek tersebut. “Jangan tebang pilih! itu saja!,” ujar Hakim Fahzal.