HOLOPIS.COM, JAKARTA – Plt. Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Yulianto Prihhandoyo turut angkat bicara terkait kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas, Henri Alfiandi.

Yulianto mengakui, bahwa tender proyek tersebut dilakukan di Sistem Pengadaan Secara Elektronik atau e-katalog milik LKPP. Namun dalam hal ini, para tersangka kasus suap melakukan transaksi lainnya di luar sistem.

“Tendernya di elektronik, tendernya di SPSE kami. Tapi pertemuan, deal-dealan transaksinya di luar sistem. Kami tidak bisa mengendalikan,” kata Yulianto dalam keterangannya, Jumat (28/7) yang dikutip Holopis.com.

“Memang prinsipnya ini ada transaksi di luar sistem lah. Jadi ada transaksi di luar sistem yang boleh jadi kami belum menemukan,” tambahnya.

Meski demikian, Yulianto mengatakan, bahwa pihaknya terus mencoba mengembangkan berbagai fitur deteksi dini atau early warning system. Hal ini juga terlihat dari kasus tersebut yang sebetulnya telah terdeteksi sejak 2021 silam.

“Kita coba dalami lebih lanjut by sistem, apa yang bisa kita lakukan. Jadi sekali lagi, ini di luar sistem,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mewanti-wantu agar jangan sekali-kali bermain lewat belanja e-catalog atau tender pemerintah lainnya. Pasalnya, cepat atau lambat permainan tersebut akan terkuak.

“Prinsipnya sekali lagi, jangan coba main-main belanja di e-catalog atau tender pemerintah karena cepat atau lambat akan ketahuan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Henri Alfiandi kini telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Henri diduga menerima suap sebeaar Rp 88,3 miliar sejak tahun 2021.

Buntut kasus ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta adanya perbaikan besar pada sistem pengadaan barang dan jasa di seluruh kementerian dan lembaga.

“Perbaikan sistem (pengadaan barang dan jasa) di semua kementerian lembaga terus kita perbaiki terus,” kata Jokowi, Kamis (27/7).