HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), Edwin Partogi Pasaribu menyebut bahwa keengganan ayah Mario Dandy Satriyo, Rafael Alun Trisambodo untuk membayar tuntutan restitusi sebesar Rp 120 miliar, justru bisa menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum (JPU), yakni untuk memaksimalkan tuntutan pidana terhadap terdakwa penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora.
Bahkan kata Edwin, ada opsi lain yang bisa dilakukan apabila terdakwa Mario Dandy tak bisa membayar restitusi, yakni melakukan penyitaan terhadap aset Mario Dandy atau keluarganya.
“Selain memperberat hukuman, jaksa dan hakim dapat melakukan upaya paksa sita eksekusi terhadap aset milik MD maupun RAT untuk membayar restitusi,” ujar Edwin dalam keterangannya dikutip Holopis.com, Jumat (28/7).
Menurut dia, restitusi adalah kewajiban terdakwa atau pihak ketiga untuk membayar kerugian korban. Pembayaran restitusi oleh pihak ketiga juga bukan hal baru, tapi harus jelas hubungannya dengan terdakwa.
“Hukuman pidana terhadap pelaku tidak berkonsekuensi terhadap pemulihan (kerugian) yang dialami korban. Karena itu, restitusi menjadi kewajiban pelaku untuk membayar,” tutur dia.
Sebelumnya, Rafael Alun Trisambodo menyampaikan penolakannya terhadap tuntutan LPSK untuk membayar biaya restitusi atas insiden yang dilakukan oleh anaknya beberapa bulan lalu. Hal ini seperti yang dibacakan oleh pengacara Mario, Andres Nahot Silitonga, dalam sidang lanjutan perkara penganiayaan berat berencana David Ozora.
“Kami menyampaikan bahwa dengan berat hati kami tidak bersedia untuk menanggung restitusi tersebut,” kata Rafael dalam suratnya dibacakan Nahot di PN Jakarta Selatan, Selasa (25/7).
Menurut Rafael, anaknya tersebut sudah dewasa dan harus bertanggung jawab untuk menanggung biaya restitusi tersendiri sendirian. Walau dalam suratnya, Rafael sempat mengaku pihaknya sempat menawarkan bantuan untuk membayar biaya perawatan David.
Karena adanya musibah yang menimpa Rafael dengan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), kini kondisi keuangan keluarga Rafael pun berubah.
“Bahwa benar sikap kami pada awal kejadian perkara ini hendak membantu tanggungan biaya pengobatan korban, sehingga kami memberanikan diri untuk menawarkan bantuan biaya pengobatan korban,” terangnya.
Lebih lanjut, Rafael mengungkapkan bahwa kondisi keuangan keluarganya sudah tidak ada kesanggupan serta tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan dari segi finansial. Dirinya mengaku, bahwa aset miliknya dan keluarga kini sudah disita, dan rekening pribadi juga ikut diblokir.