HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dalam menghadapi dampak El Nino, pemerintah mulai membahas langkah antisipasi dan kesiapan guna menghadapi ancaman dampak dari El Nino.

El Nino sendiri, merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah yang dapat menurunkan curah hujan dan memicu kekeringan di wilayah Indonesia.

“Kami bersama Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden, Bapak Menko, dan beberapa menteri membahas tentang antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman El Nino yang diprediksi puncaknya akan terjadi di bulan Agustus-September,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan yang dikutip Holopis.com, Selasa (18/7).

Dwikorita mengatakan, yang dikhawatirkan dari El Nino yakni berpengaruh pada ketersediaan air dan produktivitas tanaman pangan.

“Tadi sudah dikoordinasikan antisipasinya, sudah dimulai sejak bulan Februari-April, itu sudah berjalan, (tapi) perlu diperkuat,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita menyampaikan jika wilayah Indonesia umumnya sudah memasuki musim kemarau, yang memunculkan risiko kekeringan di daerah-daerah tertentu.

Selanjutnya ia mengatakan, hujan yang terjadi di musim kemarau yang berpeluang turun di bagian wilayah Indonesia bisa menimbulkan bencana hidrometeorologi basah yang berada di antara dua samudra, dilintasi garis khatulistiwa, dan memiliki topografi bergunung-gunung.

“Artinya bukan berarti seluruhnya serempak kering, ada di sela-sela itu yang juga bisa mengalami bencana hidrometeorologi basah,” katanya.

Oleh karena itu, pemerintah daerah dan warga diimbau untuk menjalankan langkah-langkah mitigasi dampak cuaca selama musim kemarau.

“Selain terus menjaga lingkungan, mengatur tata kelola air, kemudian juga beradaptasi dengan pola tanam, dan juga terus memonitor perkembangan informasi cuaca dan iklim yang sangat dinamis dari waktu-waktu dari BMKG,” kata Dwikorita.