HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan (HH) menerima suap Rp 3 miliar terkait pengurusan perkara di MA. Hasbi diduga menerima suap dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) bersama-sama mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto (DTY).
Demikian disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers penahanan Hasbi Hasan, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jaksel. Dadan diduga menerima fee pengurusan perkara dari Heryanto Tanaka sebesar Rp 11,2 miliar.
“Sekitar periode Maret 2022 sampai dengan September 2022 terjadi transfer uang melalui rekening bank dari HT pada DTY sebanyak 7 kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar. Dari uang Rp 11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagi dan menyerahkannya pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH sejumlah sekitar Rp 3 miliar,” ucap Firli dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (12/7).
Menurut Firli, suap itu sebagai fee mengawal kasasi pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Inti Dana, Budiman Gandi Suparman. Heryanto berkepentingan agar Budiman diputus bersalah.
“Atas ‘pengawalan’ dari HH dan DTY, putusan pidana yang di inginkan HT terhadap terdakwa Budiman Gandi Suparman menjadi terbukti sehingga dinyatakan bersalah,” ungkap dia.
Penerimaan uang berawal saat Heryanto Tanaka menghubungi Dadan Tri Yudianto. Saat itu Heryanto bermaksud mengurus kasasi dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman di MA.
“Dari beberapa komunikasi antara HT dan TYP, terdapat beberapa agenda skenario agar kasasi Jaksa dikabulkan menggunakan istilah ‘jalur atas dan jalur bawah’ yang
dipahami dan disepakati keduanya berupa penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak,” kata Firli.
Dalam gugatan kasasi tersebut, Heryanto minta Budiman divonis bersalah. Kemudian Dadan mau membantu dengan syarat menerima imbalan berupa uang.
“Terjalin percakapan telepon antara DTY (Dadan Tri Yudianto) dan HH untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara HT (Heryanto Tanaka) di Mahkamah Agung dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang,” ujar dia.
Heryanto dan Dadan selanjutnya membahas pengurusan gugatan kasasi ini di kantor Theodorus Yosep Parera yang merupakan seorang pengacara. Saat itu, Dadan mengubungi Hasbi.
Pasca penerimaan uang, Heryanto memenangkan gugatan kasasi. Budiman dinyatakan bersalah dan dihukum penjara selama lima tahun.
“Ada kesepakatan antara HT dengan DTY, yang berikutnya DTY juga akan
turut mengawal proses kasasi dengan adanya pemberian fee memakai sebutan
‘suntikan dana’,” kata Firli.
Akibat perbuatannya, Hasbi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Hasbi kini mendekam di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.