HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kekerasan seksual di Indonesia dinilai LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) masuk dalam kondisi darurat.

“Kalau Komnas Perempuan menyebut darurat, jadi memang itu betul,” ujar Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution dalam keterangan yang dikutip Holopis.com, Rabu (28/6).

Maneger menjelaskan, dari 10 permohonan yang masuk ke LPSK sebanyak enam sampai tujuh permohonan adalah kasus kekerasan seksual. Ia menambahkan, dalam kasus kekerasan seksual LPSK lebih banyak memberikan penanganan pemulihan terhadap korban

“Sebanyak 60 hingga 70 persen pemohon itu adalah kasus kekerasan seksual. Justru kalau pendampingan hukum dalam bentuk pemenuhan hak prosedural itu tidak sebanyak kita memberikan pemulihan. Pemulihan medis, pemulihan psikologis, termasuk psikososial,” jelasnya.

Dalam hal aturan, LPSK mengapresiasi adanya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Menurut Maneger, UU tersebut sangat progresif.

“UU ini mencoba melampaui kerumitan hukum yang terjadi selama ini,” kata Maneger Nasution.

Oleh karena itu, LPSK berharap para penegak hukum bisa punya perspektif yang lebih memihak kepada korban kekerasan seksual. Selain itu, negara juga diharapkan hadir dalam pemulihan korban.

“Diharapkan kehadiran negara yang lebih cepat dalam pemulihan bagi korban. Bagaimana negara harus hadir memberikan hak kepada korban melalui tiga ranah, di hulu, di perlindungan, hingga pemulihan,” pungkasnya.