HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengusaha jalan tol, Mohammad Jusuf Hamka menagih utang pemerintah yang nominalnya terbilang cukup fantastis, yakni Rp800 miliar.

Diketahui, utang tersebut merupakan utang pemerintah kepada perusahaan miliknya, yakni PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Utang itu bermula dari deposito yang dimiliki oleh perusahaan CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp78 miliar.

Adapun saat krisis moneter, pemerintah memutuskan untuk menutup sejumlah Bank di Indonesia dengan likuiditas tinggi, termasuk Bank Yama. Namun, sampai dengan saat ini, pria yang akrab disapa Babah Alun itu mengaku tidak mendapatkan kembali uang depositonya.

Pemerintah berdalih, bahwa perusahaan CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto alias Tutut Soeharto.

“Saya bilang mana ada itu, kami gugat di pengadilan 2012. Waktu 2014 atau 2015 kami sudah sampai Mahkamah Agung (MA), inkrah menang, harus dibayar berikut bunganya setiap bulan. Ada dendanya pemerintah,” jelas Jusuf kepada wartawan, Rabu (7/6) yang dikutip Holopis.com.

Ia pun mengungkapkan, bahwa saat itu dirinya dipanggil Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Indra Surya. Kala itu, kata Jusuf, pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji akan membayarnya dengan catatan diskon.

Seharusnya, utang beserta bunganya yang harus dibayar pemerintah pada tahun 2016/2017 adalah sebesar Rp400 miliar. Namun pemerintah hanya bersedia membayar Rp170 miliar yang akan dibayar dengan tenggat waktu dua minggu setelah kesepakatan.

“Waktu itu menterinya (menteri keuangan) Bambang Brodjonegoro kalau nggak salah, 2016 atau 2017. Disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon, tercapailah angka Rp170 miliar. Ya sudahlah saya pikir asal duitnya balik saja, tanda tangan perjanjian,” ucapnya.

Namun janji tersebut ternyata tidak dipenuhi. Jusuf menyebut utang tersebut bertahun-tahun diabaikan pemerintah dan tak mendapat penjelasan. Ia bahkan sampai keliling mengadu ke berbagai pimpinan kementerian/lembaga (K/L) untuk menagih utang tersebut.

Hingga pada akhirnya sekitar tahun 2019/2020, Jusuf bersurat dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, DJKN selalu sulit dihubungi dengan dalih sedang memverifikasi utang tersebut dari sisi hukum ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam).

“Pada buang badan semua, PHP semua. Masa sih kepala biro hukum buat kesepakatan enggak bisa ditepati? ‘Oh iya nanti, saya (Menkeu Sri Mulyani) akan teruskan ke DJKN, suruh perhatikan’. Janji-janji PHP,” tegasnya

“Sudah 3 tahun verifikasi, enggak ada berita apa-apa. Makanya Polhukam cuma bersuara menagih utang obligor, harusnya bisa membantu juga kalau pemerintah punya utang ke swasta. Bersuara juga dong. Jangan nguber utang obligor saja, utang ke swasta bantuan nih,” imbuh Jusuf.

Jusuf mengaku belum pernah berkomunikasi langsung dengan Menko Polhukam Mahfud MD, tetapi ia berharap Mahfud turun tangan.

Jusuf menegaskan utang Rp800 miliar harus dibayar demi kelangsungan proyek CMNP. Terlebih, CMNP adalah perusahaan publik yang menampung uang investor.

“Pak Mahfud, ayo dong dorong pemerintah bayar utang kepada kami. Kenapa pemerintah cuma nguber-nguber obligor? Uber dong Kemenkeu, bayar utang swasta juga,” tuntut Jusuf.

“Enggak mau (kena potong), mau tetap dengan hitungan Rp800 miliar sekarang. Saya enggak mau lagi ada kesepakatan karena kesepakatan yang lalu tidak diproses. Pemerintah harus bayar Rp800 miliar, terus berjalan bunganya sesuai putusan MA,” tutupnya.