HOLOPIS.COM, JAKARTA – Plt Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Mahfud MD menyampaikan, bahwa proyek pengadaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G sudah berjalan sejak tahun 2016. Proyek tersebut sempat berjalan hingga tahun 2019 dan tidak ada kendala yang berarti.

“Menyangkut BTS itu saya melaporkan berdasar hasil dokumen dan analisis yang saya peroleh, (proyek) itu berlangsung sejak tahun 2006 sampai tahun 2019 berjalan bagus,” kata Mahfud MD di Istana Negara Jakarta, Senin (22/5) seperti dikutip Holopis.com.

Hanya saja saat proyek tersebut dilanjutkan untuk penganggaran tahun 2020-2021, terjadi kendala besar yang akhirnya membuat Johnny G Plate harus ditahan dan menyandang status sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi.

“Baru muncul masalah sejak tahun anggaran 2020, yaitu ketika proyek senilai Rp28 sekian triliun itu dicairkan dulu sebesar Rp10 sekian triliun pada tahun 2020-2021, tetapi pada bulan Desember ketika laporan harus disampaikan dan penggunaan dana dana itu harus dipertanggungjawabkan ternyata sampai Desember tahun 2021 barangnya ndak ada, BTS-nya itu tower-tower-nya itu tidak ada,” ujarnya.

Proses pertanggungjawaban dari penggunaan anggaran negara Rp10 triliun itu sempat terkendala karena alasan Covid-19. Dan memang di tahun 2021, kasus penyebaran virus korona di masa pandemi Covid-19 tengah gencar-gencarnya, sehingga proses Laporan Pertanggngjawabannya (LPJ) terpaksa ditunda hingga bulan Maret 2022.

“Lalu dengan alasan covid minta perpanjangan sampai Maret, seharusnya itu tidak boleh secara hukum tapi diberi perpanjangan 21 Maret (2022),” ucapnya.

Dan persoalan baru terlihat saat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran itu disampaikan. Dimana proyek pengadaan yang seharusnya ada sebanyak 4.200 tower, justru dilaporkan hanya 1.100 tower saja.

Yang tidak kalah membuat pilu, dari 1.100 tower yang dilaporkan, ternyata hanya 958 unit tower yang berdiri. Dan kesemuanya diduga kuat tidak berfungsi sebagaimana harapannya.

“Lalu dilaporkan sekitar 1.100 tower dari 4.200 yang ditargetkan itu 1.100 tower dilaporkan, jadi sesudah diperiksa melalui satelit yang ada itu 958, dari 958 itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak, karena sesudah diambil 8 sampel dari itu semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi, tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar Rp2,1 T,” papar Mahfud.

Penelisikan perkara ini pun akhirnya tim penyidik dari Kejaksaan Agung melakukan penelusuran lebih jauh. Dan ditemukan angka kerugian negara sampai Rp8,9 Triliun dari total anggaran yang sebesar Rp10 Triliun.