HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ulah Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pratana, yang viral ketika menancapkan sebilah sangkur di meja saat berdiskusi dengan warga, ternyata berlanjut.
Kumpulan advokat yang tergabung di Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang melaporkan aksi arogansi AKBP Yudha Pratana tersebut, kemudian menjelaskan awal mula terjadinya peristiwa itu sendiri.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus mengungkapkan, kejadian tersebut berlangsung sudah sejak 2 Agustus 2022 saat sedang bertemu dengan warga Masyarakat Suku Kawa dan beberapa suku lainnya yang terlibat perselisihan pemilikan tanah untuk Proyek Strategis Nasional Waduk Mbay-Lambo.
“Dia sambil marah-marah kemudian menancapkan pisau komandonya di atas meja bertaplak warna biru, perbuatan tersebut telah menimbulkan rasa takut bagi warga untuk bermusyawarah,” kata Petrus dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (29/4).
Selain itu, AKBP Yudha dituduh kerap menggunakan kata jihad saat memarahi warga setempat yang keberatan dengan lokasi tanah yang hendak dibangun Mushola.
“AKBP Yudha Pranata diduga memaksakan kehendak untuk membangun Mushola,” imbuhnya.
Sikap arogansi lainnya dari perwira menengah itu juga terjadi saat dirinya diduga melakukan intimidasi kepada wartawan. Intimidasi tersebut dilakukan Yudha bekerja sama dengan oknum wartawan lainnya untuk membuat depresi seorang wartawan bernama Patrick Djawa.
“Kemudian terjadi percakapan di GWA KH Destroyer dengan narasi akan mematahkan rahang Patrick Djawa dan memasukkan ke sampah,” terangnya.
Petrus pun mengatakan, dirinya telah melaporkan Kapolres Nagekeo karena diduga telah melanggar Peraturan Kepolisian Negara No. 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI khususnya tentang Etika Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada pasal 12 huruf d Peraturan Kepolisian Negara RI No. 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI.