HOLOPIS.COM, JAKARTA – 24 April silam atau tepatnya di tahun 1950 menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi Fatayat.
Fatayat sendiri yang dalam bahasa Arabnya disebut pemudi, diketahui berdiri sebagai badan otonom (banom) di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) untuk kalangan perempuan muda.
Gerakan ini dirintis oleh Chuzaimah Mansur (Gresik), Aminah Mansur (Sidoarjo), dan Murthosiyah (Surabaya) atau yang lebih dikenal sebagai ‘Tiga Serangkai’ Pendiri Fatayat NU.
Ketiga perempuan itu telah melakukan koordinasi dan konsolidasi pemudi-pemudi NU pada sekitar tahun 1948. Nama lain yang ikut merintis dan mendirikan Fatayat NU adalah Nihayah Bakri, Maryam Thoha, dan Asnawiyah.
Pada masa-masa awal perintisan ini, tenaga dan pikiran yang harus dikerahkan para pendiri organisasi sangat luar biasa.
Fatayat NU berjuang meyakinkan organisasi induknya yakni NU, tentang perlunya dibentuk wadah perempuan dalam organisasi ini. Selanjutnya, upaya yang dilakukan itu mendapatkan dukungan dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mochammad Dahlan dengan membentuk Pengurus Pusat Puteri NUM yang diberi nama Dewan Pimpinan Fatayat NU pada 26 Rabiul Akhir 1369/14 Februari 1950.[3]
Kemudian pada Muktamar Ke-18 NU pada 20 April-3 Mei 1950 di Jakarta, Fatayat NU disahkan sebagai salah satu badan otonom NU. Namun berdasarkan proses yang berlangsung selama perintisan hingga ditetapkan, Fatayat NU menetapkan bahwa disetujui di Surabaya pada 24 April 1950/7 Rajab 1369 H.[4]
Setelah resmi menjadi badan otonom, para pimpinan Fatayat NU segera merekrut anggota yang dimulai dari orang-orang terdekat dan di sekitar wilayahnya. Inilah yang menjadi embrio terbentuknya cabang-cabang, ranting, dan wilayah