HOLOPIS.COM, JAKARTA – Keberadaan debt collector di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi pembicaraan hangat masyatakat usai diungkap oleh artis yang sekaligus pesinden Soimah Pancawati.
Sebagaimana diketahui, Soimah baru-baru menceritakan pengalamannya, yang diperlakukan tidak baik oleh oknum petugas pajak yang datang. Ia bahkan menyebut, petugas pajak datang ke kediaman sang kakak bersama debt collector.
Pengakuan itu pun mendapat respon dari Juru Bicara Kemenkeu, Yustinus Prastowo. Ia pun mencoba mencerna debt collector yang dimaksud oleh Soimah tersebut.
Meski begitu, Yustinus mengakui bahwa Ditjen Pajak sendiri memiliki debt collector sendiri. Hal itu menurutnya, telah diatur oleh Undang-Undang (UU) yang berlaku.
“Kenapa membawa ‘debt collector?’ bagian ini saya belum paham betul, berusaha mengunyah. Kantor Pajak menurut UU sudah punya debt collector, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN),” ujar Yustinus dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (8/4).
Para juru sita pajak negara, tegas Yustinus, bekerja dengan dibekali surat tugas dan menjalankan perintah yang jelas, yakni ketika ada utang pajak yang tertunggak oleh wajib pajak.
Sementara dalam kasus yang terjadi pada Soimah, menurutnya, yang bersangkutan tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak.
“Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Mereka bisa menerbitkan surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara,” ujarnya.
Yustinus mengatakan telah menanyakan terkait kasus yang dialami Soimah kepada para petugas pajak
yang pernah berinteraksi dengan Soimah. Hasilnya, semua petugas pajak mengaku tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah.
Adapun kegiatan pengukuran oleh petugas pajak menurut dia, adalah hal yang lumrah. Ini karena membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2% dari total pengeluaran.
“Tentang kedatangan petugas pajak, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas,” pungkasnya.
Ketentuan yang tertuang dalam undang-undang tersebut perlu untuk memenuhi rasa keadilan dengan perusahaan konstruksi yang terutang PPN.
Ia bahkan menilai petugas pajak melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Oleh karena itu, kerjanya detail dan lama, serta tak asal-asalan.
“Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 M, bukan Rp 50 M seperti diklaim Soimah,” kata Prastowo.
Yustinus pun mengaku sudah menghubungi Butet Kartarajasa yang menyediakan diri menjadi penengah. antara pihak KPP dan Soimah. Dia berharap,
Permasalahan dapat berujung pada hal yang baik.